Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Kerupuk Melempem

Diperbarui: 11 Juni 2021   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto kerupuk adalah dokumen pribadi (dok. Budi Susilo)

Perdu dan rerumputan menunduk lesu. Matahari melotot garang  Menyengat atap seng gelombang. Udara panas menjalar dalam ruang. Kipas angin terikat pada tiang kayu meniup keringat meresap kembali ke tubuh.

Wadah kaleng berwarna biru kubuka. Dari balik kacanya terlihat tiga buah kerupuk menggeletak layu.

"Pak, itu kerupuk lama! Melempem. Liat digigit. Kaleng sebelah baru diisi penuh."

Aku melirik, lalu merogoh wadah nyaris kosong, "tidak mengapa. Aku suka."

"Aneh-aneh saja bapak ini."

Dengan empat potong tempe goreng garing, tiga kerupuk melempem, dan nasi putih dibubuhi kecap manis aku meredam perut keroncongan.

Dua telepon genggam disetel dalam mode senyap total. Aku menikmati hidangan seraya melempar ingatan kepada masa kanak-kanak.

***

Dulu pedalaman ini berbeda dengan lingkungan perumahan tempat tinggalku yang gersang dan ditumbuhi barisan hunian orang-orang gedongan di atas area bekas persawahan.

Lahan pertanian yang menjelma menjadi pemukiman. Petani, peladang, dan penduduk asli tersingkir oleh kekuasaan dalam balutan kekuatan kapital.

Namun berjarak sekitar satu kilometer dari rumah, kawasan asri itu menyajikan kesejukan alami. Pohon-pohon berjajar rapat dibelah oleh sebuah sungai kecil. Airnya yang jernih menyusuri batu-batu, meliuk-liuk menuju laut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline