Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Cara Menghindari Rayuan Mafia Tanah

Diperbarui: 8 Mei 2021   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil melambaikan tangan dari dalam mobilnya saat meninggalkan Pondok Modern Assalam, Warungkiara, Sukabumi, Jawa Barat, Junat (7/2/2020)(KOMPAS.COM/BUDIYANTO)

Dari tahun ke tahun, persoalan hukum di seputar tanah berkembang dengan segala langgamnya. Salah satunya adalah praktik mafia tanah, dari modus sederhana sampai yang bersifat kompleks demi merayu korban. Ada banyak kisah mengenai soal itu.

Berdasarkan hasil investigasi Tim Kompas, mafia tanah melibatkan pemodal, perantara (broker), notaris atau pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pegawai di kantor kecamatan hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pemalsuan sertifikat tanah.

Berkenaan dengan hal itu, Menteri Agraria dan Tata/Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil terus berupaya mempersempit ruang gerak mafia tanah (Jumat, 7/5/2021). Selanjutnya dapat dibaca di Kompas.id.

Saya sendiri beberapa kali berhadapan dengan persoalan tanah dengan berbagai modus dilakukan oleh mafia tanah, yaitu:

Menggeser Pembatas Tanah

Tahun 2014, saya berselisih paham dengan sindikat penjualan lahan di suatu daerah. Menurut pengukuran dengan teodolit, lahan yang telah dibeli oleh seorang pengusaha Jakarta itu berbeda ukuran dengan kenyataan. Luasannya kurang.

Akhirnya gerombolan mafia tanah tersebut menggeser pagar pembatas berupa tembok beton panel (pracetak) milik orang lain sejauh 1,5 meter, sepanjang 60 meter. Selanjutnya, agar di kemudian hari batas-batas itu tidak bisa digeser, saya segera membuat fondasi keliling, berupa batu kali diperkuat dengan adukan semen, dan tembok bata merah diplester setinggi dua meter 

Dalam kasus tersebut, mafia tanah dengan sesuka hati menggeser batas-batas dan ukuran demi yang paling kuat membayar. Kebetulan pemilik tanah yang diciutkan sangat jarang datang menengoknya.

Nama di Sertifikat Berbeda

Saat masih bekerja di sebuah lembaga pembiayaan, sekitar tahun 1990-an, pada pelosok daerah pucuk Jonggol saya nyaris dibacok oleh seorang petani.

Lantaran yang membuatnya marah adalah: pertama, tanpa sepengetahuannya tanah garapan itu dijaminkan; kedua, lahan jaminan Itu akan disita, karena kredit sudah masuk dalam status kolektibilitas 4 alias macet; ketiga, benar persil itu miliknya, tetapi nama yang tertera pada salinan sertifikat bukan atas namanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline