Lihat ke Halaman Asli

Ani Berta

TERVERIFIKASI

Blogger

Menjadi Pejuang di Sosial Media

Diperbarui: 27 Agustus 2020   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pri

Indonesia jelas sudah merdeka untuk ukuran kedaulatan negara. Bangga saya dilahirkan sebagai Bangsa Indonesia yang punya pahlawan sangat berani merebut kemerdekaan melalui pertempuran, perlawanan dengan cucuran air mata, darah bahkan nyawa.

Terbayangkan dulu, untuk memekik Indonesia! Atau  mau mengibarkan Sang Saka Merah Putih pun akan selalu diincar sebagai tawanan. Kini, setelah semua bebas berekspresi menunjukkan rasa nasionalisme, merah putih pun berkibar di mana-mana dengan gagahnya.

Kita, yang tidak tahu bagaimana suasana mencekamnya era penjajahan, segala dibatasi dan tak punya kesempatan berkembang, kini tinggal menikmati kemerdekaan  yang sesungguhnya. Tetapi tak jarang ada yang lupa diri bahkan menyia-nyiakan arti kemerdekaan ini dan tidak menghargai para pejuang pendahulunya dengan hanya leha-leha, terlalu santai dan tidak peka terhadap lingkungannya.

Masih Dijajah Rasa Mager dan Konsumtif

Dua mata pisau kemajuan teknologi dan internet lebih berdampak menggiring ke arah mata pisau negatifnya, mengingat segala hiburan dan konten yang melimpah mampu membius dan melenakan sehingga tenggelam dalam dunia mager alias males gerak. Selain males gerak, banyak anak muda yang yang produktivitasnya menurun drastic karena keasyikan browsing sosial media idolanya atau main game yang berlebihan.

corong-informasi-1-5f475a0cd6b9d7633630a702.png

Masih Dijajah Hoaks

Berita bohong berisi serangkaian fitnah juga tengah merajai konten sosial media. Semuanya ada karena ada tujuan. Pastinya, tujuan jahat karena isi hoaks dipenuhi konten fitnah, tidak benar, penuh ujaran kebencian dan serangkaian konten yang menyebabkan perpecahan dan kekacauan. Biasanya bukan hanya dilakukan orang yang dikenal saja namun dilakukan orang-orang luar yang punya maksud memecah belah persatuan.

Berapa ratus orang berujung di jeruji besi karena hoaks, berapa ratus orang terseret masalah yang tak ada habisnya karena hoaks juga? Dan berapa puluh juta orang dirugikan karena hoaks ini?

Masih Dijajah Kurang Tata Krama

Salah satu dampak digital native, anak dibesarkan oleh gadget yang menjadikannya kaku saat interaksi dengan orang lain. Mereka tidak merasa perlu dengan kehadiran orang lain karena sudah keasyikkan menunduk ke gadget-nya masing-masing. Sehingga tidak terlatih untuk berempati. Masih ingat, beberapa bulan lalu, di twitter ada yang berbagi pengalaman saat menyeberang jalan dari Senayan City ke Plaza Senayan, lalu Ia  mengucapkan terima kasih pada security yang membantu menyeberangkan semua penyeberang jalan di area zebracross itu, malah ditertawakan oleh serombongan remaja di belakangnya. Dan disebut kampungan karena mengucapkan terima kasih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline