Lihat ke Halaman Asli

Boyke Abdillah

Hanya manusia biasa

Antara Indon dan Jekardah

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Siang ini saya membuka akun FB untuk sekadar membaca status-status teman. Tiba-tiba saya agak terperanjat membaca 2 status dari dua orang sahabat FB yang kebetulan keduanya merupakan warga Jakarta. Yang satu menulis:

Jakardha..Jakardha... hare gene masih muacheet....

Satu lagi menulis statusnya dengan kalimat:

Bye bye Jekardah...prepared to KL for meeting.

Entah mengapa ketika membaca kedua status tersebut saya menjadi sedikit emosional. Sejak kapan penulisan Jakarta menjadi Jakardha atau Jekardah? Untuk meredam rasa emosi itu, saya coba untuk berpikir, jangan-jangan ke dua sahabat saya itu salah tulis? Tapi rasanya tidak mungkin. Hanya orang begolah yang salah menuliskan kata Jakarta, secara Jakarta itu sudah awam sekali penulisannya, terpajang di mana-mana baik di papan alamat, di surat kabar, majalah, dan di media lain. Atau bisa jadi, ini adalah tren baru biar terlihat seperti orang bule mengucapkan Jakarta (tentu saja melafazkan huruf R dengan lidah ditekuk ke dalam) Terdengar keren kan? Kalau memang hanya tren baru untuk gaya-gayaan, sungguh memalukan sekali. Kenapa bisa begitu?

Nama adalah sebuah identitas. Terutama untuk orang dan tempat. Adanya sebuah nama kita akan langsung mengenali jati diri beserta ciri yang melekat di dalamnya. Karena itulah untuk menghormatinya, setiap penulisan nama baik untuk orang maupun tempat diawali dengan huruf kapital. Berubah penulisan akan diprotes sama yang punya identitas. Buktinya, kalau ada orang yang salah menuliskan nama kita, otomatis kita akan protes. Tidak boleh salah, tidak boleh kurang atau berlebih hurufnya. Bahkan setiap orang, namanya disahkan oleh negara dalam bentuk akte kelahiran. Saya kira nama suatu badan usaha pun ada aktenya. Penulisan Jekardah atau Jakardha adalah suatu bentuk pelecehan walau punniatnya untuk gaya-gayaan biar kedengaran keren seperti lidah orang bule.

Jadi penulisan Jakarta tidak keren ya? Pengucapan dengan sempurnaJa-kar-ta (lafaz R dengan lidah di langit-langit) terdengar kampungan ya? Makanya harus meniru orang bule mengucapkan Jakarta seperti cara mereka? Itu sama saja artinya rendah diri alias mengalami sindrom yang bernama mentalitas inlander!

Kita orang Indonesia marah-marah sama orang Malaysia karena mereka menyebut kita orang Indon. Kita menganggap itu adalah pelecehan terhadap identitas kita sebagai orang Indonesia. Mereka berkelit karena menurut mereka itu adalah sekadar penyingkatan semata seperti mereka menyebut orang Bangladesh dengan Bangla. Kita tetap tak bisa menerima. Nama adalah identitas. Tidak boleh asal kecuali telah sesuai dengan kesepakatan yang ada.

Dan sekarang orang Indonesia sendiri melecehkan penulisan Jakarta menjadi Jekardah atau Jakardha. Besok-besok, Bandung menjadi Baendhun’, Surabaya menjadi Surabaeia, dan Padang menjadi Pedheng. Bisa judi,eh, bisa jadi kan?

Sejauh ini, sebagai orang Indonesia, saya masih bisa menerima dan memaklumi ada banyak nama yang kebarat-baratan seperti nama lokasi perumahan, nama mal atau gedung atau kalimat-kalimat dalam periklanan yang katanya nilai komersilnya lebih tinggi dibanding menggunakan bahasa Indonesia. Tidak masalah bagi saya, karena sebagai orang Indonesia yang berpendidikan saya menguasai 4 bahasa (bahasa Indonesia, bahasa Minang, Bahasa Inggris, dan bahasa Isyarat, hehehe) sepanjang bahasa-bahasa itu tepat penggunaannya. Tapi kalau tulisan dan bacaannya sudah dibarat-baratkan, itu kelewatan namanya. Parah mentalitas inlandernya...

Saya akhiri saja tulisan saya ini, sekalian untuk menyambut hari sumpah pemuda saya mengajak untuk mecintai tanah air kita, bangsa kita, dan bahasa kita. INDONESIA. Kalau pun menggunakan bahasa asing/ kebarat-baratan, gunakanlah secara tepat dan benar. Jangan kelihatan trondolnya...

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline