Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Ngaca!

Diperbarui: 1 April 2017   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kamu itu ya seharusnya sadar! Gak usah pake mikir macam-macam. Ngaca! Ngaca!”

Tegur si Wajah Manis dengan suara berbisik tertahan penuh emosi. Suara yang keluar dari bibir mungilnya terdengar dekat sekali di telingaku. Kata-kata manis dan indah yang biasa aku dengar saat kami bersama di kamar hotel menghamburkan uangku, kini seperti suara halilintar di tengah hari bolong. Aku hanya terpaku. Tanganku gemetar dan dengkulku terasa lemas. Kepalaku ringan. Sekelilingku seolah berputar dengan cepatnya. Napasku menderu seiring degup jantung yang tak berirama.

“Ah, inikah akhir kisahku?” lontarku dalam hati.

Aroma harum kibasan rambutnya yang wangi menusuk rongga hidungku.

“Koko!”

Blugh!

Aku pun jatuh tak sadarkan diri.

Beberapa saat pipiku mulai terasa panas. Samar aku melihat Didiet sedang menampar kedua pipiku dengan keras. Plak! Plak! Plak! Tanpa henti dan penuh semangat. “Ko, bangun! Sadar euy!”seru Didiet sambil terus dengan sekuat tenaga menghantamkan gulungan karton tebal bekas poster-poster film kelas tiga ke kepalaku begitu dia melihat mataku terbuka sedikit. Entahlah apa judulnya. Sekilas terlihat wajah-wajah bule yang tak kukenal. Andai saja ada foto Chelsea Islan, pasti poster-poster itu sudah pindah ke kamarku. Sering aku membayangkannya datang menghibur dan menemaniku makan nasi bebek di emperan trotoar depan kantorku saat malam berkunjung. Matanya yang terlihat cerdik penuh misteri membuatku ingin membedah relung hatinya dan bertanya,”Maukah kau menjadi pacarku?”

Tak mampu aku bersuara. Tenggorokanku tercekat dan kepalaku berdenyut nyeri. Ah, aku sudah kembali ke Bumi rupanya. Inikah pusing tujuh keliling? Belum pernah aku mengalaminya. Badanku lemas dan tak mampu bergerak.  Entah kenapa aku merasa nyaman sekali. Rasa nyaman yang menjalar dari kedua telapak kakiku. Rasanya sungguh menyenangkan. Mungkinkah ini pijatan si Wajah Manis? Atau… Chelsea-kukah ini?

Auuuw!!!

“He! Enak lo ye! Enak?!” suara Ekana terdengar menggelegar mengejutkan. Jari tebalnya yang semula menekan lembut mendadak bagaikan terbuat dari bilah besi. Dengus napasnya bak sapi liar terdengar menghantui diiringi jerit kesakitanku yang panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline