Lihat ke Halaman Asli

Sisi Kelam Bursa PPDB

Diperbarui: 28 November 2020   18:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasa keberatan para Orang tua kembali terulang di tahun ini. PPDB kembali menggetarkan publik pendidikan. Protes hingga unjuk rasa pun terjadi di berbagai daerah. Mereka menyampaikan kekecewaan karena anaknya yang baru lulus tidak bisa belajar di sekolah jenjang atas yang menjadi impian.

PPDB zonasi menjadi topik yang banyak dipermasalahkan para Orang tua siswa. Mereka yang tidak lolos hanya karena jarak rumah yang jauh dari sekolah. Pihak sekolah hanya mampu menerima hingga jarak tidak lebih dari 1 kilometer.

 Sebagian Orang tua menyebut PPDB ini tidak adil. Menentukan kriteria berdasarkan jarak, tanpa memperhatikan nilai dan prestasi yang diperoleh anak. Kecurigaan pun merebak hingga menimbulkan bentuk protes secara masif.

Ombudsman daerah pun dibuat bekerja untuk menerima laporan-laporan masyarakat mengenai pelaksanaan PPDB. Keluhan yang dilaporkan masih sama, ketentuan yang dinilai tidak adil. Ombudsman daerah hanya bisa menyarankan kepada para panitia agar lebih berhati-hati dalam memvalidasi jarak rumah calon siswa dengan sekolah.

Hal ini memantik sebagian pihak Orang tua untuk melakukan cara licik agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit tanpa harus memenuhi ketentuan PPDB. Membangun hubungan dekat dengan oknum pegawai sekolah dan mengucurkan dana pelicin administrasi menjadi tiket emas mereka yang masuk melalui "jalan belakang". Jutaan rupiah adalah nominal yang paling sering disebut dalam operasi gelap tersebut.

Tentu peristiwa-peristiwa yang terjadi sudah mencoreng nama pendidikan di Indonesia. Bak nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terlanjur bernasib tragis. Bahkan Mendikbud pun hanya bisa berempati kepada seluruh Orang tua yang sedang melewati masa sulit.

Memang, terobosan PPDB zonasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan stereotip sekolah favorit di masyarakat. Namun setiap inovasi yang dirintis pemerintah memang tak luput dari tuaian pro dan kontra oleh berbagai pihak, salah satunya para korban inovasi itu sendiri. Kemedikbud berjanji akan mengkaji lagi PPDB dari sisi legal dan lain-lain.

Belum banyak pihak yang mengerti tentang pelaksanaan PPDB tahun ini, itu pun termasuk para Kepala Daerah. Visi bersama patut diciptakan antara Kemendikbud dengan pemerintah setempat. Setelah sinkron, seharusnya permasalahan bisa mulai diminimalisir.

Lalu muncul pertanyaan: mengapa pemerintah pusat dan daerah sampai tidak bisa menyatukan pandangan? Pantas saja masalah seperti kisruh PSBB bisa terjadi. Tentu kepentingan setiap pihak lah yang menjadi biang dari permasalahan yang muncul.

Yang patut dipahami, sekolah favorit bukanlah segalanya. Sekolah favorit tidak menentukan anak bisa menjadi seorang yang sukses. Di sekolah lainnya pun anak sama-sama mendapatkan hak pendidikan yang layak. Yang paling penting adalah cara untuk membentuk karakter anak yang cerdas agar mampu memberikan dedikasinya kepada negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline