Lihat ke Halaman Asli

Bambang Haryo: Prihatin Kebijakan Kemenhub Membahayakan Keselamatan Angkutan Penyeberangan

Diperbarui: 1 November 2022   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menteri Perhubungan menetapkan keputusan nomor KM 184 Tahun 2022 tentang penyesuaian tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi dan lintas antar negara. Dalam keputusan itu, dianggap Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai darat dan Penyeberangan (GAPASDAP) belum mengakomodir usulan-usulan mereka, sebab Kemenhub masih berhutang tarif sebesar 35,4%.

Tentu, ini menjadi sangat prihatin. Seharusnya, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 66 Tahun 2019, Mekanisme dan Formulasi Tarif Angkutan Penyeberangan. Mestinya, penetapan tarif dimulai dari usulan Asosiasi. Lantas kenapa ini tidak? 

Padahal, sebelum adanya penetapan. Formulasinya telag dihitung bersama stakeholder perhubungan dengan melibatkan Perwakilan Konsumen (YLKI), GAPASDAP, PT. ASDP dan Jasa Raharja, namun belum sesuai.

Di tahun 2019, saat itu tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi tertinggal sebesar 35,4% setelah penyesuaian tarif terakhir di tahun 2020, saat itu tarif tertinggal jauh dari break-even point.

"Ini mengakibatkan operasional angkutan penyeberangan antar provinsi mengalami kesulitan untuk memenuhi standarisasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran. Oleh sebab itu para Operator angkutan penyeberangan yang mengalami kesulitan terpaksa melakukan ajang tawar menawar standarisasi keselamatan dengan oknum pemerintah untuk melakukan tidak melaksanakan regulasi keselamatan maupun kenyamanan pelayaran yang sudah di standarisasikan. Dan ini tentu akan sangat membahayakan keselamatan publik yang menggunakan angkutan penyeberangan"

Sehingga, angkutan penyeberangan bisa dikatakan tidak bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan pelayaran. Dan yang lebih mengenaskan, beberapa perusahaan bahkan ada yang sulit memberikan gaji karyawan secara tepat waktu dan jumlah.

"Maka sumber daya manusia tersebut tentu sangat membahayakan terhadap operasional kapal karena kondisi kesejahteraannya sangat memprihatinkan. Dan bahkan ada perusahaan penyeberangan besar yang bangkrut dan diakuisisi oleh perusahaan milik negara baru baru ini"

Kemudian,  ini diperparah lagi dengan kenaikan BBM Subsidi sebesar 32% yang belum direspon oleh pemerintah dengan perubahan tarif yang memadai, sehingga perbedaan menuju break-even point menjadi lebih besar, karena realisasi tarif hanya naik sebesar 11% di keputusan menteri nomor KM 184 tahun 2022, berbeda dengan respon kementerian perhubungan terhadap moda transportasi darat lainnya dengan menyetujui kenaikan tarif rata rata berkisar 25% s.d 40% baik logistik maupun penumpang. Dan bahkan membiarkan mereka untuk menaikkan tarif diatas 50% satu hari setelah kenaikan BBM subsidi.

Analisa

Terlihat bahwa Kementerian Perhubungan melakukan diskriminasi terhadap moda transportasi laut angkutan penyeberangan. Dan kebijakan ini tentu "menyimpang dari jargon Presiden Jokowi" yang sangat memperhatikan bidang maritim. Juga terlihat seakan akan Menhub membiarkan operator angkutan penyeberangan kesulitan.

Sehingga terpaksa melakukan manipulasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran", padahal Menteri Perhubungan seharusnya yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran. Dan bahkan Kementerian Perhubungan yang seharusnya melaksanakan Tugas Negara untuk melindungi seluruh tumpah darah rakyat Indonesia sesuai dengan UUD 1945 tidak dilakukan, padahal satu nyawa publik harganya sangat mahal dan tidak terhingga, jadi jangan mempolitisasi keselamatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline