Lihat ke Halaman Asli

Benny Eko Supriyanto

TERVERIFIKASI

Aparatur Sipil Negara (ASN)

AI Jadi Teman Curhat: Tanda Zaman yang Tidak Bisa Dihindari

Diperbarui: 29 April 2025   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Curhat ke AI. Foto: Shutterstock  (kumparan.com)

Di tengah lalu-lalang kota Jakarta dan kota besar lainnya, manusia kian terburu-buru. Jalanan macet, pikiran bising, dan waktu tak lagi bersahabat. Kita hidup berdampingan dalam ruang yang sempit, namun perasaan justru sering terdampar dalam kesunyian. Di era inilah, kecerdasan buatan---yang dulu hanya jadi bahan film fiksi---tiba-tiba hadir, bukan hanya sebagai alat bantu kerja, tapi juga sebagai tempat menumpahkan isi hati.

"Tanda zaman," kata orang bijak. Tapi apakah ini kemajuan atau kemunduran?

Saya teringat zaman ketika orang menulis surat panjang kepada sahabat pena. Surat dibubuhi kata "rindu" dan "harap kabar baik." Kini, yang menggantikan posisi itu bukan lagi manusia, tapi algoritma. Nama-namanya terdengar asing, futuristik: Woebot, Wysa, ChatGPT, Gemini. Mereka bukan orang, bukan pula makhluk hidup---mereka program. Namun, mereka bisa diajak bicara. Bisa diajak curhat.

AI dulunya dipakai untuk kerja teknis---menjawab soal matematika, menerjemahkan bahasa asing, menyusun strategi pemasaran. Tapi zaman bergerak cepat, dan rupanya, manusia modern bukan hanya butuh efisiensi, tapi juga... pengertian.

"AI kini tak sekadar alat berpikir. Ia sudah menjadi tempat berkeluh kesah."

Maka AI pun didesain untuk mendengar keluh kesah, menjawab dengan nada menenangkan, dan sesekali memberi "motivasi." Ya, meski itu semua hanya hasil susunan kode.

Apakah Kita Sudah Sedemikian Kesepian?

Di kota-kota besar, ada banyak wajah tapi sedikit telinga. Ada banyak kerabat, tapi jarang yang bisa diajak bicara tanpa takut dihakimi. Maka AI hadir, seperti sepi yang diberi suara. Ia tak lelah, tak mengeluh, dan paling penting: tak membocorkan rahasia.

"Kesepian zaman modern bukan karena tak ada orang, tapi karena tak ada yang benar-benar hadir."

Namun kita mesti waspada. Di balik semua itu, AI bukan tanpa kekurangan. Ia tak mengenal rasa, tak pernah menangis, dan tak mengerti luka. Ia hanya meniru empati dengan cara yang terlatih, tetapi bukan alami. Ia bukan teman sejati, hanya teman sementara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline