Lihat ke Halaman Asli

Benito Sinaga

Petani, pemburu, dan peramu

Raven Putih di Ambang Perang (Bab I, Bagian III-IV)

Diperbarui: 20 Juni 2025   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ethan di sebuah cafe Rue de Alpes (Sumber: Grok 2025)

Bab 1: Dentingan Emas di Dasar Zohreh

Bagian III

Bagian sebelumnya: Raven Putih di Ambang Perang (Bab I, Bagian I-II)

Jenewa pagi itu basah, tetapi angin musim semi membawa aroma rumput yang baru dipotong, seolah-olah kota ini masih percaya akan kedamaian. Di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di gang Rue des Alpes—tempat di mana diplomat kadang bersembunyi dari diplomasi—Ethan Vance duduk menunggu dengan punggung menghadap dinding, kebiasaan yang tak pernah ia buang sejak perang Bosnia.

Ia memesan kopi hitam tanpa gula dan menolak krimer. “Pahit mengingatkan pada realitas,” katanya pada pelayan yang bahkan tak bertanya. Tangan kirinya bermain dengan pemantik tua, hadiah dari seorang mata-mata Inggris yang hilang di Istanbul. Tangan kanannya menggenggam tablet dengan layar menyala setengah: catatan Nagi, sebagian terenkripsi, sebagian seperti ditulis untuk dibaca hanya oleh satu orang—Lena.

Tak lama kemudian, Lenathea Petrova masuk.

Ia mengenakan mantel wol abu-abu dengan kerah tinggi, dan mata yang lelah terlalu sering menatap sinar neutron. Tidak ada pelukan, tidak ada sapaan. Hanya diam yang menukik seperti burung pemangsa di langit yang tenang.

“Kamu terlihat lebih tua,” kata Lena akhirnya, duduk tanpa melepas mantel.

“Dunia membuat kita semua demikian, 'kan?”

“Bukan dunia. Tapi pilihanmu.”

Ethan menarik napas. “Kamu percaya ini ulah Elias?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline