Lihat ke Halaman Asli

Swarna

mengetik 😊

Cerpen | Jembatan Janji

Diperbarui: 26 Maret 2020   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

Bagian 1

Hari ini seluruh hidupku seperti sudah tak berarti lagi, tapi harus bisa menerima apa yang harus kuhadapi, melalui dengan rela bahkan yang harus menyakitkan sekali pun.

Aku tak tahu apakah segala peristiwa akan menempaku menjadi dewasa atau semakin rapuh.

Aku belum bisa menyadarkan pikiranku,  dari mimpi buruk yang sudah meliputi hariku. Lima tahun bersama Johan bukan waktu yang singkat dan bukan pula yang begitu lama,  karena masih merasa kemarin kami duduk di kursi pelaminan. 

Tapi belum ada keceriaan buah hati yang melengkapi kebersamaan ini. Aku sudah berusaha dan pasrah ketika yang kuasa masih memberi kesempatan pada kami untuk merasa seperti pasangan yang sedang kasmaran.

Pertemuan kami memang bukan lewat saling mengenal lalu berpacaran. Kami adalah manusia yang dipertemukan dari kecewa dan luka dengan alasan masing-masing. Jadi bukan atas dasar cinta.  Kami seolah hanya saling mengisi dan menemani saja, suatu saat akan dilepas ketika yang dinanti telah datang menghampiri.

Seperti hari ini,  aku telah ditenggelamkan oleh peristiwa yang akan menentukan bagaimana aku esok hari. Nasibku ada ditanganku sendiri. Aku masih bisa bersandiwara seolah tak terjadi apa-apa dan seolah hatiku biasa saja.

"Sari."

Aku sedikit terkejut ketika Johan memanggilku, dan segera menciptakan senyum agar dia tidak curiga dengan pikiran dan hatiku.

"ya, aku di sini. "

"Kamu tak menjawab salamku, aku kira kamu keluar atau tertidur."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline