Lihat ke Halaman Asli

Politisi Perempuan Roboh Diboulduser KPK

Diperbarui: 26 Februari 2016   12:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="demokrasi kupu-kupu. Hanya mengisap kembang dan embun. Tidak menghisap yang lain. Ft Bewe"][/caption]Banyak harapan, bahwa sejarah kelam  wanita dalam politik cukup berhenti pada Chairunnisa, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati,  dan Ratu Atut. Ternyata tidak, menyusul Damayanti Wisnu Putantri, antri untuk mencicipi hotel prodeo.

Awal tahun 2016, politisi PDI-P yang telah dipecat dari keanggotaan melalui surat No 93 / KPTS / DPP/ I/ 2016 tertanggal 14 Januari 2016 itu merupakan wanita pertama  yang dinobatkan menjadi bintang yang terbenam di dalam lumpur. Sesungguhnya, dia terlalu cantik untuk dikrangkeng dalam jeruji KPK.
 
Ditilik dari sisi sejarah memang sanggat memprihatinkan. Perjuangan wanita untuk duduk di jabatan politik dirintis dari kota Jepara. RA Kartini bukan sekedar pejuang emansipasi. Lebih luas lagi, putri RM Sosroningrat, Bupati Rembang ini adalah pendekar kemanusiaan. Sayang, bahwa penerusnya mencederai dengan segepok dolar, yen, golden dalam amplop suap dan korupsi.

Mohammad Yusuf Pambudi, mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Universtas Airlangga, Surabaya mencatat, wanita yang duduk di parlemen sejak pemilu pertama 1955 hingga 2014 sangat sedikit.

Jumlah wanita yang memegang jabatan politik utamanya yang di parlemen memang sedikit, tetapi efek nodanya cukup besar. Ketika wanita terlilit kasus korupsi dan/atau suap, otomatis menjadi sejarah buruk yang tidak mudah dihapus.

Sarinah, adalah sebuah simbol yang dipilih Bung Karno untuk menyatakan betapa tinggi posisi  seorang perempuan di mata keluarga, negara dan bangsa. Tak perlu diragukan, perintah menaruh hormat pada perempuan (ibu)  3 kali lebih besar dibanding kepada laki-laki (ayah) adalah kebenaran mutlak.

Dengan terseretnya sejumlah politisi wanita ke jeruji penjara karena korupsi, mau tak mau mendistorsi kepercayaan publik pada proses demokrasi yang sedang dibangun.

Urusan korupsi, sebenarnya memang tidak kenal jenis kelamin. Siapa pun, yang berdekatan dengan pusat kekuasaan, sepanjang pola piker seperti bajing loncat, meminjam istilah Hidayat Nata Atmaja,  pastilah dia berperilaku korup.

Politisi wanita, sebenarnya merupakan benteng terakhir setelah puluhan politisi laki-laki berbondong-bondong meringkuk dalam penjara. Tetapi ketika politisi wanita menyusul banyak yang kena OTT KPK, maka runtuhlah benteng tersebut.

Sementara Agus Raharjo dan 4 pimpinan KPK yang lain, yang dilantik Josikowi 12/12/2015 di Istana Negara, ke depan sepak terjangnya tak terbendung.

Jumlah perempuan di parlemen sesuai data sebelum rontok hanya 32 orang. Setelah Chairunnisa, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati,  Ratu Atut, dan Damayanti Wisnu Purwanti lalu siapa lagi yang mau dicokok KPK?

Demokrasi wanita itu seprti kupu-kupu. Dia setia pada kembang dan embun. Kupu-kupu mustahil menggerogoti besi, meski dia sedang hingap di sana. Salam rama-rama.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline