Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Membidik Pusat Sasaran

Diperbarui: 20 September 2021   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Kenapa ada rasa khawatir pada suatu saat tertentu ? Rasanya kita sedang merasa ikut menyelesaikan masalah apa pun tanpa diminta.

Rasa khawatir itu berbeda dengan di saat berstatus pelajar. Karena nilai terjelek di kelas, akan menjadi penyebab kemarahan orang tua. Atau ketika masih berstatus pegawai, performance terjelek akan memengaruhi perjalanan karir.

Di saat kebebasan berpendapat melalui media sosial saat ini, banjir pula rasa khawatir. Tetapi kalau ditelusur, opini yang disampaikan terkesan simpang siur. Masalah sosial, politik, dan keagamaan sering dijadikan ajang untuk "ngundamana".

Ngundamana itu mirip katarsis. Istilah Jawa ini mengambil judul apa pun untuk dibahas. Bisa dilakukan sendirian, atau bersama-sama, seperti sedang membahas segala topik di saat sedang bermain gaple.

Ngundamana itu tidak mengenal kompetensi atau tanggung jawab profesi. Yang terpenting uneg-uneg bisa disampaikan secara pribadi, agar melegakan hati. Seolah-olah sedang dimintai saran pendapat, agar masalah apa pun mampu diatasi dengan cepat dan tepat.

Katarsis, mampu menggunakan cara ngundamana, tanpa disadari oleh para pelakunya.

Katarsis merupakan medium yang pas untuk pembaruan ruhani, agar lebih nyaman lepas dari masalah asli pribadi yang sedang dihadapi.

Penumpahan isi hati itu dibutuhkan oleh setiap orang. Tentang bagaimana caranya berujar, tergantung kebisaan dan kebiasaan.

Ada yang nggugel, ada pula yang terbiasa menyusun kalimat sendiri. Itu dianggap sebagai peluru paling tajam, saat sedang serang menyerang. Medsos mampu diajadikan ajang untuk berkatarsis itu.

Pengunggah konten katarsis mendadak akan merasakan lega hati. Beban ketegangan emosi karena masalah sehari-hari terasa banyak terkurangi.

Ngundamana pun mampu memunculkan rasa lebih mulia secara tiba-tiba. Ini merupakan dampak etisnya. Rasa mulia seolah-olah atau imitasi, kadang tidak sempat mengabadi sebagai ciri insan kamil yang berhakiki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline