Lihat ke Halaman Asli

Babay Suhendri

Babay Suhendri adalah Wirausahawan, Pegiat Sosial dan Akademisi

Ke Mana UMKM Pasca PPKM?

Diperbarui: 17 Juli 2021   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UMKM menutup dagangannya selama PPKM (Foto: Kang Irul)

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlaku sejak tanggal 3 Juli sampai dengan 20 Juli 2021 adalah pembatasan yang  ke-sekian kalinya dilakukan oleh pemerintah. Langkah ini dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penularan covid-19 yang semakin tinggi. Tercatat mencapai 2,6 juta kasus hingga juli 2021. 

Belum lagi, kabarnya PPKM akan diperpanjang 4-6 minggu lagi. Seperti disampaikan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR secara virtual, Senin (12/7). "PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan" (CNN.com)

Di balik pemberlakuan pembatasan ini tentu ada dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang aktifitas usahanya harus dihentikan sementara. PPKM berimbas pada daya beli yang semakin merosot sehingga kemiskinan baru tak dapat terhindarkan. Pengangguran semakin bertambah karena banyak perusahaan yang terancam merumahkan karyawannya karena tak bisa menutup biaya operasional. 

Pemerintah tidak memiliki model bisnis atau cara baru sebagai solusi berusaha pada masa pandemi atau PPKM. Minimnya konten, pesan masyarakat dari organisasi perangkat daerah terkait menunjukkan tak banyak ide yang dibangun untuk membangkitkan kondisi keterpurukan masyarakat. Sepertinya minim kolaborasi antar instansi. 

Kenapa contoh atau model bisnis diperlukan?, selama ini UMKM kita dijalankan dengan cara konvensional bahkan masih banyak dilakukan dengan cara tradisional. Seolah-olah tak butuh sistem sama sekali. Padahal dunia berkembang begitu pesat. 

Pemerintah sebagai pengambil keputusan tampaknya masih berorientasi pada pola hidup atau tata kelola pemerintahan pada masa normal. Padahal pendemik belum juga ada kepastian kapan berakhir. Artinya perlu menyiapkan sistem baru karena kehidupan normal yang dibayangkan selama ini belum tentu kembali.  

Termasuk dalam hal tata cara usaha. Saatnya kini Perguruan tinggi sebagai basis lahirnya inovasi bersama pemerintah sebagai representasi sumber daya merilis berbagai kreasi, inovasi, karya-karya, hasil penelitian agar bisa digunakan untuk keberlangsungan hidup masyarakat mampu melampaui pandemi. 

PPKM bukan masa 'holiday' atau berhenti bekerja atau berfikir. Justru di masa PPKM ini masyarakat merindukan suasana 'sibuk' orang-orang yang dibayar pajak rakyat itu bekerja dengan sepenuh hati, komunikasi aktif harus terus berjalan dengan masyarakat agar terbangun harapan. Seharusnya hari ini pemerintah dan wakil rakyat menunjukkan 'effort', upaya keras untuk keluar dari krisis dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya. 

Subsidi pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat belum menyentuh kepada akar persoalan. Manfaatnya hanya sesaat padahal masyarakat membutuhkan kepastian dan iklim usaha yang kondusif.

Perlu metodologi baru memberikan bantuan sebagai bentuk pelayanan prima. Membagikan uang tunai dan sembako seperti merendahkan kemampuan masyarakat. Aktifitas membagikan bantuan sosial juga rentan dilakukan hanya untuk membeli simpati masyarakat untuk kepentingan pemilu di masa yang akan datang. 

Selain melindungi masyarakat dari krisis kesehatan pemerintah berkewajiban melindungi dari timbulnya angka kemiskinan baru. UMKM yang hari ini dibatasi usahanya perlu dipikirkan kemana UMKM pasca PPKM? (BSN)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline