Lihat ke Halaman Asli

Prank ala Kapitalis

Diperbarui: 28 Juni 2020   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  oleh : Azzahra Dinda Paramitha

New Normal, kebebasan atau penyesuaian. kata "Normal" masih cukup abstrak dan ambigu dalam persepsi masyarakat. Sejak pemerintah mewacanakan New Normal pada pertengahan bulan Mei, menimbulkan reaksi yang beragam pada seluruh lapisan. 

New Normal sebagai program global WHO bersudut pandang sekuler. One-Size-Fitz-All ( satu untuk semua negara ), New Normal lebih memprioritaskan serta menekankan aspek ekonomi.

Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang dengan kasus Covid-19 tertinggi didunia. Negeri Paman Sam, telah lebih dulu memberlakukan New Normal dengan melonggarkan lockdown untuk membangkitkan kembali perekonomian yang sempat menurun. Dikutip dari worldmetres.info, hingga 13 Juli 2020 jumlah kematian akibat virus Corona di Amerika Serikat telah mencapai 116.831 jiwa, jumlah ini telah melebihi ketika AS kehilangan 116.516 tentaranya pada Perang Dunia 1. Lantas bagaimana dengan Indonesia ?

Dilansir dari Kompas.com, Senin (18/5/2020). Kementrian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah menyusun protokol kesehatan menuju fase New Normal.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan virus Corona Achmad Yurianto mengatakan,"ada tiga lokasi yang berpotensi menjadi titik-titik baru penularan Covid-19. Pertama ruang kantor, kedua rumah makan,restoran,warung atau kantin, ketiga sarana transportasi" (Kompas.com). Seberapa jauh pemerintah benar-benar siap? bagaimana dengan ketidakpatuhan pada  protokol kesehatan selama New Normal. Sistem yang kuat tentunya harus ditunjang dengan kesadaran publik. Agar tidak menjadi Hotspot Covid-19 di era New Normal.

Dikutip dari Kantor Berita Al-Jazeera dalam sebuah artikel di Wall Street Journal(4/4/2020), Henry Kissinger mantan Menlu AS, mengatakan bahwa pandemi Corona akan mengubah sistem global selamanya. Henry menjelaskan kerusakan yang disebabkan pandemi virus Corona kemungkinan bersifat sementara. Namun, kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkan dapat berlanjut hingga beberapa generasi. Henry mengingatkan, bahwa krisis pandemi Corona telah menciptakan kasus baru yang tercermin pada besarnya penolakan publik terhadap sistem kapitalis.

Protokol New Normal yang ditetapkan WHO juga memiliki dampak yang tidak proporsional terhadap negara miskin dan berkembang. The Rich get Richer The Poor get Poorer.

Azzahra Dinda Paramitha

Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Ponorogo




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline