Mohon tunggu...
Azzahra Dinda Paramitha
Azzahra Dinda Paramitha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Biasa Aja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prank ala Kapitalis

28 Juni 2020   13:09 Diperbarui: 28 Juni 2020   13:10 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

  oleh : Azzahra Dinda Paramitha

New Normal, kebebasan atau penyesuaian. kata "Normal" masih cukup abstrak dan ambigu dalam persepsi masyarakat. Sejak pemerintah mewacanakan New Normal pada pertengahan bulan Mei, menimbulkan reaksi yang beragam pada seluruh lapisan. 

New Normal sebagai program global WHO bersudut pandang sekuler. One-Size-Fitz-All ( satu untuk semua negara ), New Normal lebih memprioritaskan serta menekankan aspek ekonomi.

Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang dengan kasus Covid-19 tertinggi didunia. Negeri Paman Sam, telah lebih dulu memberlakukan New Normal dengan melonggarkan lockdown untuk membangkitkan kembali perekonomian yang sempat menurun. Dikutip dari worldmetres.info, hingga 13 Juli 2020 jumlah kematian akibat virus Corona di Amerika Serikat telah mencapai 116.831 jiwa, jumlah ini telah melebihi ketika AS kehilangan 116.516 tentaranya pada Perang Dunia 1. Lantas bagaimana dengan Indonesia ?

Dilansir dari Kompas.com, Senin (18/5/2020). Kementrian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah menyusun protokol kesehatan menuju fase New Normal.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan virus Corona Achmad Yurianto mengatakan,"ada tiga lokasi yang berpotensi menjadi titik-titik baru penularan Covid-19. Pertama ruang kantor, kedua rumah makan,restoran,warung atau kantin, ketiga sarana transportasi" (Kompas.com). Seberapa jauh pemerintah benar-benar siap? bagaimana dengan ketidakpatuhan pada  protokol kesehatan selama New Normal. Sistem yang kuat tentunya harus ditunjang dengan kesadaran publik. Agar tidak menjadi Hotspot Covid-19 di era New Normal.

Dikutip dari Kantor Berita Al-Jazeera dalam sebuah artikel di Wall Street Journal(4/4/2020), Henry Kissinger mantan Menlu AS, mengatakan bahwa pandemi Corona akan mengubah sistem global selamanya. Henry menjelaskan kerusakan yang disebabkan pandemi virus Corona kemungkinan bersifat sementara. Namun, kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkan dapat berlanjut hingga beberapa generasi. Henry mengingatkan, bahwa krisis pandemi Corona telah menciptakan kasus baru yang tercermin pada besarnya penolakan publik terhadap sistem kapitalis.

Protokol New Normal yang ditetapkan WHO juga memiliki dampak yang tidak proporsional terhadap negara miskin dan berkembang. The Rich get Richer The Poor get Poorer.

Azzahra Dinda Paramitha

Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun