Lihat ke Halaman Asli

Suka Duka Menjadi Ketua KPPS di Pemilu Tersulit di Dunia

Diperbarui: 23 April 2019   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengalaman menjadi Ketua KPPS di Pemilu tahun ini adalah pengalaman pertama bagi saya selama ini. Dan jabatan inipun tidak bisa saya hindari karena saya menyandang status sebagai Ketua RT di komplek saya tinggal sehingga suka tidak saya suka harus menerima amanah sebagai Ketua KPPS ini. 

Pertama kali mendapat mandat sebagai Ketua KPPS dari Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur yang ada di benak saya adalah kesempatan untuk bisa berkontribusi bagi negara dalam mengamankan dan mensukseskan pesta demokrasi lima tahunan. 

Setelah mendapat mandat sebagai Ketua KPPS yang saya lakukan adalah segera menyusun anggota KPPS yg terdiri dari 7 anggota termasuk saya. Dan Alhamdulillah saya mendapatkan beberapa warga yang memang ingin berkontribusi dalam hajatan nasional ini sehingga dalam waktu tidak lama terbentuk susunan KPPS sebanyak 7 orang sesuai amanat Peraturan yang ada.

Pada awal bekerja sebagai KPPS kami masih optimis dengan penyelenggaraan Pemilu Tahun ini yang untuk pertama kalinya dilakukan secara serentak antara pemilihan presiden-wakil presiden dan anggota legislatif apalagi ditunjang anggaran negara yg tidak sedikit dan waktu persiapan KPU yang juga tidak sebentar maka saya optimis pelaksanaan Pemilu tahun ini walaupun dilakukan secara serentak baik pemilihan Presiden-Wapres dan anggota legislatif akan berjalan dengan lancar. 

Dengan niat ingin berkontribusi dalam agenda nasional ajang pesta demokrasi lima tahunan kami antusias mempersiapkan pesta demokrasi ini. Keraguan akan efektifnya proses pemilihan ini baru terpikir di benak kami saat kami mengikuti bimbingan teknis sebagai penyelenggara pemilu oleh KPU. Dimana setiap KPPS harus membuat laporan penghitungan suara yang menurut saya terlalu rumit dan cukup menyulitkan para petugas KPPS. 

Saya yang tinggal di Jakarta dan Alhamdulillah diberi kesempatan mendapatkan pendidikan yang cukup saja melihat laporan perhitungan suara yg harus dibuat petugas KPPS paska proses perhitungan suara sangat rumit dan tidak sederhana. 

Tidak kebayang bagaimana penyelenggaraan di kampung kalau petugas KPPS harus membuat laporan serumit itu padahal untuk penyelenggaraan pemilihan yang dimulai dari persiapan sampai penyelenggaraan saja sudah menyita energi Petugas KPPS yang tidak sedikit ditambah harus mengisi form rekap perhitungan suara yang sangat rumit. 

Saat menerima bimbingan teknis dari KPU yang pertama terpikir di benak saya adalah tugas KPPS akan sangat berat dengan tanggung jawab yang tinggi dan cukup melelahkan dan khawatir mengurangi validitas dan akurasi hasil Pemilu ini.

Dan tibalah drama pemilihan umum ini dimulai dari H-1 sehari sebelum hari pencoblosan. Malam menjelang pencoblosan dalam rangka antisipasi efektifitas tugas saat hari pencoblosan, kami meminta logistik pemilu (kotak suara dan perlengkapan lainnya) bisa didapatkan malam menjelang pencoblosan agar bisa kami persiapkan malam itu juga sehingga saat hari pencoblosan semuanya sudah dalam posisi siap dan bisa memulai pencoblosan tepat jam 7 teng sesuai amanat Peraturan KPU. 

Namun karena kehati-hatian level maksimal dari RW yang kompulir logistik Pemilu pihak RW tidak mengijinkan logistik diambil malam menjelang pencoblosan tapi meminta pagi sebelum pencoblosan sekitar jam 05.30 diambil di kantor RW. 

Kami cukup memahami kekhawatiran dan kehati-hatian pihak RW karena Pemilu tahun ini suasana batinnya tidak seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya yang mengharuskan kita sebagai penyelenggara Pemilu lebih hati-hati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline