Lihat ke Halaman Asli

Oh

Diperbarui: 12 Juli 2020   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah sedan hitam mewah kinclong parkir dengan kasar. Di sebuah parkiran ruko tiga lantai pinggir jalan daerah Simpang Dua. Pintu mobil terbuka, terlihat betis gemuk berbulu lebat dengan sandal swelow sebagai alas kakinya, turun sosok pria muda bertubuh tambun yang hanya mengenakan kaos singlet putih dan celana pendek katun bermotif daun-daunan. Tak lama bunyi tanda alarm mobil aktif terdengar, tergesa ia melangkah, dibukakan pintu ruko oleh Bang Alex si tukang parkir, pria muda itu langsung naik tangga ke lantai dua.

"Ponooo!"

Teriakan terdengar menggema di ruangan sebuah percetakan digital itu. Semua karyawan sudah tahu siapa yang berteriak dari suaranya. Karyawan-karyawan yang tadinya sedang sibuk-  menggunjing perihal normal baru dan pidato  keluh kesah Lurah Krukut yang sedang viral itu- jadi pura-pura sibuk bekerja. Padahal mereka memang tidak banyak kerjaan karena  sedang sepi. Bos Besar datang. dan sekarang semua jadi geger.

"Mana Pono?" Tanya Bos Besar pada Arum,  kasir tunggal yang baru saja menutup dan menyembunyikan bedaknya di laci meja.

"Di ruang cetak lah, Pak. Di kantong celana saya nggak ada."

"Panggil ke ruangan saya!" Bentak Bos Besar yang langsung menuju ruangannya dan membanting pintu dengan kerasnya. Arum hanya mengisyaratkan tangan pada Maman, Editor magang yang sedang ngantuk di meja dekat kasir untuk segera memanggil Pono.

Maman melangkah dengan lambat menuju  ruang cetak di lantai bawah, menemukan Pono sedang mengelap mesin dengan tampang lesu.

"Kang, Sampeyan dipanggil Bos Besar."

"Heleh."

Tanpa mengetuk pintu, Pono masuk ke ruangan Bos Besar, dilihatnya tampang juragannya yang berkerut-kerut, sedang duduk di kursi empuk kesayangannya itu.

"Memang sedang sepi Gan, pecat saja beberapa orang biar Juragan nggak rugi. Atau Juragan mau pecat saya?" Pono duduk tanpa perintah di hadapan Bos Besar yang masih memejamkan mata. Antara keduanya hanya ada meja panjang jati yang tidak ada barang lain di atasnya selain kalender. Yang diajak bicara hanya memejamkan mata masih dengan tampang berkerut-kerut, terutama pada kening yang sesekali dipijat dengan jari-jari tangan gemuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline