Lihat ke Halaman Asli

Ayip Tayana

Keterangan

Penelitian Soal Perokok Pasif Sudah Kadaluwarsa

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penelitian tentang rokok tidak pernah berimbang. Selain tidak pernah membeberkan hal positif tentang rokok, penelitian yang biasa dijadikan bahan kampanye antirokok tidak pernah diperbarui. Padahal, ada beberapa penelitian tentang rokok yang selain sudah tidak relevan, juga tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Penelitian soal perokok pasif, misalnya. Dalam buku Obsessive Corbuzier's Diet, Dedy Corbuzier memberikan gambaran tentang penelitian yang dilakukan soal rokok dan bagaimana antirokok mengkampanyekannya.

Tahun 1995, laporan penelitian tentang ancaman kesehatan bagi perokok pasif telah dibantah oleh Congressional Research Service di amerika serikat. Lembaga ini menganalisis secara kritis dan mendalam penelitian soal ancaman kesehatan bagi perokok pasif yang dipublikasikan oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) pada tahun 1992.

Dalam laporannya, EPA menyamakan perokok pasif dengan perokok aktif. Dalam asumsinya, karena ada hubungan antara merokok aktif dan kanker paru-paru, maka juga harus ada hubungan sama antara perokok pasif dan kanker paru-paru.

Dengan asumsi tersebut, mereka mengklaim perkara Perokok Pasif merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, yang membunuh sekitar 3.000 non perokok Amerika setiap tahun akibat kanker paru-paru. Dan laporan ini kemudian digunakan oleh gerakan pengendalian tembakau dan lembaga pemerintah, termasuk departemen kesehatan masyarakat, untuk membenarkan hal ini dan menaruh ribuan larangan merokok dalam ruangan di tempat umum.

Namun masalah yang ditimbulkan oleh Perokok Pasif sama sekali berbeda dari yang ditemukan dengan perokok aktif. Dengan prinsip toksikologi: "Dosis membuat racun," mereka yang bukan perokok menghirup setara 0,03% dari satu batang rokok perhari jika disandingkan dengan perokok aktif. Jumlah ini setara merokok sebanyak 10 batang selama satu tahun.

Laporan EPA ini kemudian dibantah Congressional Research Service (CRS) setelah melakukan studi selama 20 bulan. Bulan November 1995, CRS merilis analisis rinci laporan yang sangat kritis terhadap metode dan kesimpulan EPA. Tahun 1998, hakim federal kemudian menyatakan hal itu batal dan tidak berlaku. Satu poin buruk penelitian soal rokok mulai diungkap.

Kemudian, pada tahun 2003, dalam British Medical Journal dirilis sebuah makalah definitif tentang perokok pasif dan kematian akibat kanker paru. Dalam laporan ini, para penulis mempelajari sekitar 35.000 orang orang California tidak pernah merokok selama 39 tahun dan tidak menemukan hubungan statistik yang signifikan antara paparan perokok pasif dan kematian kanker paru-paru.

Sayangnya hal ini tidak pernah disebarluaskan karena kepentingan kampanye antirokok untuk menggambarkan rokok semengerikan mungkin. Padahal, beberapa penelitian seperti diatas membantah rokok sebagai pembunuh utama manusia. Yang perlu dipahami adalah, rokok sebagai salah satu faktor resiko penyakit, bukan penyebab tunggal.

Karena itu, dapatkah kita menyimpulkan jika kanker pita suara penyakit yang membuat tenggorokan bolong itu disebabkan seseorang menjadi perokok pasif?

Jika begitu, mari kita berpikir logis. Di Indonesia ada 60 juta perokok. Kalau diasumsikan seorang perokok memaparkan asapnya pada 3 perokok pasif, maka mestinya ada 180 juta orang yang tenggorokannya bolong. Bukan begitu?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline