Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Villanelle: Keindahan Berulang

Diperbarui: 7 Juni 2021   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan penggembala https://josephdonaghy.wordpress.com/

Villanelle adalah puisi 19-baris yang terstruktur, dengan dua pola rima dan dua baris refrain (pengulangan baris). Terdiri dari lima terset (stanza 3-baris) dan ditutup dengan satu quatrain (stanza 4-baris). Baris pertama dan ketiga dari terset pembuka diulang bergantian di baris terakhir dari bait berikutnya. Di bait akhir, kedua baris refrain berfungsi sebagai kesimpulan penutup. Bentuk puisi villanelle adalah: A1-b-A2 / a-b-A1 / a-b-A2 / a-b-A1 / a-b-A2 / a-b- A1-A2. (huruf besar menunjukkan refrain dan huruf kecil menunjukkan pola sajak/rima).

Meskipun villanelle modern merupakan puisi dengan pola terstruktur tetap, namun pada awalnya bukanlah merupakan puisi dengan bentuk baku. Di era Renaissance, villanella dan villancico (dari bahasa Italia villano, atau petani) merupakan lagu pengiring dansa di Italia dan Spanyol. Para penyair Perancis yang menyebut puisi mereka dengan villanelle tidak mengikuti struktur sajak atau refrain tententu. Sebaliknya, sesuai dengan judul tersirat bahwa seperti pada lagu pengiring tarian Italia dan Spanyol, puisi mereka mengangkat tema sederhana tentang pedesaan atau kehidupan petani dan penggembala.

Beberapa sastrawan menganggap bahwa villanelle telah ada sejak abad ke-16, namun pendapat umum adalah hanya satu puisi Renaissance yang ditulis dalam bentuk yang kini kita kenal, sampai didefinisikan dalam sebagai puisi bentuk tetap oleh penyair Perancis abad ke-19, Théodore de Banville.

Berikut adalah dua puisi villanelle karya penulis.

Dendam Tak Sampai

 

aku lelaki, sungguh lelaki, tapi hatiku bukan batu
 ketika kau membuang muka, meludah dengan congkak
 sebagai lelaki, benar lelaki, kugenggam rasa itu

mungkin kau tak sadar, sabar kubiar, hari-hari berlalu
 kutanam seribu budi pada lelaki yang kau panggil bapak
 aku lelaki, sungguh lelaki, tapi hatiku bukan batu

karena aku lelaki, nyata lelaki, punya rasa cemburu
 kau berjalan dengan sembarang pria sungguh tak layak
 sebagai lelaki, benar lelaki, kugenggam rasa itu

tiba saatnya, membuat perhitungan menutup buku
 karena jantungku terus berdarah, lukanya meruyak
 aku lelaki, sungguh lelaki, tapi hatiku bukan batu

kini dihadapanku, saat pembalasan, bergaun putih susu
 kau berdiri, siap mengikat janji dengan rasa muak
 sebagai lelaki, benar lelaki, kugenggam rasa itu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline