Kasus --kasus yang terjadi akhir-akhir ini seperti "Marak Situs Jastip Ilegal Barang Murah China", "Bisnis Jastip Ilegal Terbongkar!, Sepatu Hingga iPhone 11 Disita", "Duh, Negara Rugi Rp4 M Sehari Gegara Jastip Ilegal Marak", dan "Modus Jastip Luar Negeri Ilegal Yang Hindari Pajak" menunjukkan bahwa perekonomian dan perpajakan Indonesia masih terus dihantui oleh Jastip ilegal. Kasus -- kasus ini memunculkan banyak pertanyaan, seperti apa sebenarnya jastip ilegal?, mengapa dilarang?, siapa yang dirugikan?, dan bagaimana cara jastip yang legal?. Artikel ini akan menjawab semuanya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jastip atau jasa titip adalah jasa pembelian suatu barang yang diberikan kepada orang yang tidak dapat membeli langsung sebuah barang, baik di toko fisik maupun daring dengan penarikan sejumlah biaya. Secara sederhananya, Jasa Titip (jastip) adalah layanan untuk membeli barang atas nama pelanggan yang menitip, baik dari dalam maupun luar negeri, lalu mengirimkannya ke pelanggan dengan biaya tambahan sebagai keuntungan. Jastip yang akan kita bahas pada artikel ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang yang sedang bepergian ke luar negeri dan membuka jasa pembelian barang untuk orang lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019, barang dari luar negeri yang masuk ke wilayah Indonesia akan dikenakan pajak yang terdiri dari bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor. Pengenaan tarif bea masuk tergantung jenis barang, umumnya 7,5% untuk barang kiriman di atas USD 3 per kiriman. Cukai dikenakan untuk barang -- barang tertentu seperi minuman beralkohol dan rokok. Pajak dalam rangka impor yang dikenakan terbagi menjadi dua yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% atau lebih dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 7,5 -- 10%, tergantung apakah pembeli memiliki NPWP atau tidak.
Barang-barang yang masuk ke Indonesia akan terbagi menjadi dua kategori yaitu personal use dan non-personal use. Barang-barang yang menjadi milik penumpang dikategorikan sebagai barang personal use dengan ketentuan jumlah barang maksimal sebesar USD 500, sedangkan barang yang diimpor menggunakan skema jastip dikategorikan sebagai barang non-personal use. Pengkategorian ini menentukan kewajiban perpajakan dari barang tersebut. Barang kategori personal use akan mendapatkan fasilitas pembebasan kewajiban perpajakan, sedangkan barang kategori non -- personal use tidak mendapatkan fasilitas pembebasan dan akan dikenakan kewajiban perpajakan yaitu bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
Lantas, mengapa muncul jastip ilegal?. Karena dalam realitanya, seringkali pelaku jastip mencoba menghindari aturan kepabeanan dan perpajakan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Penghindaran kewajiban kepabeanan dan cukai yang biasa dilakukan adalah memanfaatkan batas bebas pajak, menyerahkan barang secara terpisah karena terdapat adanya peraturan pembebasan kewajiban pajak untuk pengiriman paket dengan maksimal harga USD 3, menyatakan barang sebagai barang pribadi atau hadiah agar barang jastipan tidak diperiksa atau dikenakan pajak atau setidaknya tidak dikenakan pajak tinggi karena mengakuinya sebagai hadiah, memalsukan nilai barang ketika deklarasi bea cukai, menggunakan jasa titipan tangan (Hand -- carried goods), atau memasukkan barang lewat jalur tidak resmi.
Apa sih konsekuensi yang akan didapatkan apabila ketahuan melanggar peraturan?. Apabila tindakan -- tindakan melanggar aturan tersebut diketahui oleh Direktorat Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia atau otoritas terkait, konsekuensi yang mungkin didapatkan adalah barang disita, ditahan, atau hingga dimusnahkan, dipaksa membayar pajak dan denda, dikenakan sanksi pidana, penahanan paket, dikenakan bea masuk tambahan, dikenakan denda administrasi, atau dikenakan pajak terutang. Konsekuensi -- konsekuensi tersebut bisa diberikan bukan hanya kepada pelaku jastip, tetapi juga kepada penerima barang bahkan ekspedisinya juga.
Seberapa besar sih dampak negatif dari jastip ilegal?. Jastip ilegal punya banyak dampak negatif, baik bagi negara, pelaku usaha resmi, maupun konsumen. Jastip yang dilakukan secara ilegal akan menghilangkan pajak dan bea masuk sehingga mengurangi pendapatan negara, murahnya barang jastipan karena bebas pajak akan menyebabkan produk lokal sulit bersaing, harga pasar menjadi tidak stabil akibat selisih harga yang tidak wajar, produk bisa berbahaya karena tidak memiliki izin, dan bisa menjadi celah penyeludupan barang ilegal atau berbahaya.
Ketika menjalankan jastip ilegal, ada berbagai pasal dalam Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (KUP) yang dapat dikenakan kepada pelakunya. Jika pelaku menjalankan usaha jastip tetapi tidak melaporkan penghasilan dalam SPT tahunan, pelaku dianggap lalai dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan Pasal 38 UU KUP dengan hukuman denda 1 -- 2 kali pajak terutang atau pidana 3 bulan -- 1 tahun. Jika pelaku dengan sengaja tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, tidak membayar pajak, atau tidak melaporkan pendapatan dari jastip, tindakan pelaku termasuk tindak pidana perpajakan sengaja menghindari pajak yang dapat dikenakan Pasal 39 UU KUP dengan hukuman denda 2 -- 4 kali pajak terutang atau pidana 6 bulan -- 6 tahun. Jika otoritas pajak menemukan bahwa ada pajak yang kurang dibayar dalam usaha jastip, otoritas pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pasal 13 UU KUP dengan hukuman denda 2% per bulan dari pajak yang kurang bayar sampai dengan maksimal 24 bulan.
Ketika membeli barang dari luar negeri melalui jastip tetapi tidak membayar bea masuk atau mengakali harga barang, pelaku dianggap sebagai penghindaran bea masuk Pasal 10 UU KUP dengan denda 50 -- 100% dari bea masuk yang seharusnya dibayarkan. Ketika membawa barang dari luar negeri melalui jastip tanpa izin resmi, menggunakan alamat fiktif, atau menghindari pemeriksaan bea cukai, kegiatan pelaku tersebut dapat dikategorikan sebagai penyeludupan Pasal 102 UU KUP dengan hukuman pidana 1 -- 10 tahun dan denda Rp50 juta -- Rp5 miliar. Ketika pelaku memalsukan dokumen bea cukai, seperti mengubah harga invoice atau jenis barang untuk menghindari pajak impor, tindakan pelaku dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kepabeanan Pasal 103 UU KUP dengan hukuman pidana 1 -- 8 tahun dan denda Rp50 juta -- Rp5 miliar. Ketika jastip yang pelaku jalankan melibatkan barang kena cukai, tanpa pita cukai resmi, tindakan pelaku tersebut dapat dikategorikan pelanggaran cukai Pasal 65 UU Cukai.
Melakukan jastip tanpa memenuhi kewajiban perpajakan kepabeanan dapat mengakibatkan hukuman yang berat bagi pelaku, mulai dari denda berjumlah besar hingga pidana penjara. Oleh karena itu, agar terhindar dari pelanggaran peraturan, pelaku jastip harus melaporkan dan membayar bea masuk dan pajak sesuai dengan ketentuan, mematuhi batasan impor, menggunakan jasa ekspedisi resmi, dan mendaftarkan izin usaha jika skala jastip sudah besar.
Keuntungan besar dari cara ilegal hanyalah fatamorgana, karena cepat atau lambat kejujuranlah pemenangnya