Lihat ke Halaman Asli

Selera, Menulis, Ramadan...

Diperbarui: 1 Juli 2016   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Who looks outside, dreams.Who looks inside, awakes. ..pernah saya baca sebagai frase tulisan Carl Gustav Jung. Carl Gustav Jung (IPA: [ˈkarl ˈgʊstaf ˈjʊŋ]) (Kesswil, 26 Juli 1875 - Küsnacht, 6 Juni 1961) adalah psikiater Swiss dan perintis psikologi analitik. Mau melihat lebih jauh.

Sebenarnya saya hanya ingin menulis tentang Selera. Itupun tentang selera makan. Karena saya kagum kepada presenter-presenter yang membahas tentang wisata kuliner. Saya tak bisa bayangkan betapa selera rata rata mereka, sebab bisa memberi komentar demikian dahsyat tentang hidangan yang mereka “kisah”kan.

Ternyata yang muncul dibenak saya : Apa selera saya dalam menulis ? Jujur saya berselera menulis Seputar Ramadhan. Ramadhan adalah moment yang sangat dahyat bagi Indonesiaku. Meskipun saya bukan Muslim, jujur lagi, saya menulis tentang Ramadhan dan Islam dengan berguru kilat ditetangga sebelah. Sebab lagi saya sering menulis : “seandainya saya pendeta saya tulis dari Metheus ayat…” atau : “seandainya saya ustadt saya kutip ayat ini :….” Saya piker saya jujur, bahwa yang saya tulis, sudah saya pikirkan, dan sumberpun saya tahu, sudah menjadi kepahaman saya yang ingin saya bagikan. Bicara soal menulis, jujur, saya membayangkan konsep MEME, yang bisa beranak pinak.

Baru-baru dalam rangka mencari data pendukung suatu konsep saya di artikel ini, saya buka Google yang menunjuk artikel Kompasiana. Pada komentar terhadap artikel rekan kompasianer itu diajukan pertanyaan yang belum terjawab saat itu, “Dari mana sumber tulisan anda ini?” Padahal seandainya saya seperti itu ditanya tentu saya jawab beberapa dipetik dari Kompasiana selebihnya dewasa ini mudah : “mBah Google” atau Googling.

Kembali kepada pembahasan hal Selera. Semula inderawi kita menemukan atau bertemu dengan obyek yang menarik. Obyek itu bisa lebih dari sekedar menarik, tetapi dapat mengundang perhatian dan menuntut respon. Manusia memberi respon. Respon yang positip menumbuhkan minat dan perhatian bahkan menumbuhkan Selera. Selera memupuk Minat dan Perhatian.  Minat, Perhatian berkelanjutan membuat Persepsi,atau bahkan Obsesi, dan Kecenderungan mengulang respon yang sama.  Maka matanglah terjadi Pilihan. Nah semua tersebut barusan sebenarnya mudah kita peroleh dari kesadaran dinamika diri, yang bukan mimpi. Dari proses ulang mengulang sebelum ada ‘pilihan’, daya nalar dan rasa, otak dan hati, masuklah berperan secara lebih mantab. Maka setelah terjadi ‘Pilihan’, dimana pada umumnya atau diharapkan masuk disana pertimbangan suara hati dan pemikiran nalar, barulah pilihan  itu dipertanggung jawabkan dan bernilai moral..

Dalam bergumul dengan istilah-istilah psikologi, yang sebenarnya saya gunakan secara spontan saja, untuk memenuhi kepuasan keilmuan saya kutipkan saja definisi2 ini :

Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.[1] Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra.[2] Seperti misalnya penglihatan yang merupakan cahaya yang mengenai retina pada mata, pencium yang memakai media molekul bau (aroma), dan pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan, harapan, dan perhatian.[3] Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaran.[2]

  • Sensasihanya berupa kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut.
  • Ambisimenurut The Webstera’s Dictionary adalah keinginan yang kuat untuk  memperoleh kesuksesan  dalam hidup dan mencapai hal-hal besar atau baik yang  diinginkan. Sementara , definesi  Obsesiadalah ide, pikiran, bayangan, atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang yang mengakibatkan rasa tertekan dan cemas. Lebih jelas  :   
  • Dari Google :  tentang Selera,  

Orang sering mengatakan :  Seleranya tinggi orang ini.  Orang ini dipahami oleh orang lain sedang mengatakan mengakui merasakan sebuah opini, atau buah karya seni yang sungguh bernilai tinggi. Sementara ketika orang membualkan lelucon yang kurang bermutu, saya boleh mengatakan “Selera” orang ini rendah. Selera bisa dinilai dari obyek karena dari obyek tampak juga daya dan dinamika manusia macam apa yang digunakan: otak dengan ketajaman berfikir, atau perasaan rendah yang sedang berperan.

Kita juga dapat menilai selera orang dari persoalan yang dihadapi, apakah orang itu selektif dan sangat terbuka atau tidak peduli pada suatu perbedaan. Disana orang bisa berbeda pilihan, dan itu berbeda selera. Ada saja sebab sebab yang menjadi penyebab berbeda selera, berbeda keinginan berbeda kecondongan. Pun seorang bisa berbeda penilaian didasarkan pada bidang dan tujuan penilaian sehingga seseorang bisa dibaca “Selera” macam apa, seperti dalam berpolitik, berusaha/melakukan bisnis, dsb.

 

Akhirnya  kita dapat mengukur intensitas atau kesungguhan berseleranya, sangat suka,sedang-sedang, atau memang tidak berselera kendati cukup mau atau kadang-kadang suka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline