Lihat ke Halaman Asli

Asfira Zakia

Mahasiswi

Puisi | Kami yang Terbelenggu dalam Rinai Kelabu

Diperbarui: 25 Juni 2019   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pic: Unian

Kami, terbujur kaku dalam lorong-lorong waktu, mengais pilu yang bertalu-talu. Menatap di celah dinding kayu bak serdadu yang ditikam beku. Itulah kami yang terbelenggu dalam rinai kelabu.

Seteguk air yang menetes dalam semak arkais yang menipis, mampu menepis segala haus dan tangis. Sejumput awan keadilan mampu menahan segala beban di ujung tanduk harapan. Kami, yang tertawan dan tertahan dalam lingkaran persetan.

Patriarkat yang menjerat, di balik sekat-sekat jeruji berkarat. Persekusi yang menjalar hebat laksana harimau yang mengoyak mangsanya lumat-lumat. Kami, di ujung sekarat.

Kami, hanya menatap, meratap, terjerat dalam pasung-pasung sang bandit politik yang kian hebat memainkan akrobat. Ya, menari dan melompat yang nyatanya semua itu dilakukan oleh para penghianat.

Hai, Penghamba Materi!

Meski negeri kami lalai dan meremehkan kasus yang menodai.

Meski kau ambil sumpah kitabmu sebagai senjata diri.

Tuhan saja kau dustai, bagaimana kami mempercayai?

Nurani kami, keberanian abadi.

Dzikir kami, kekuatan sejati.

Gema tauhid kami, tiada yang menandingi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline