Qur'anic-Based Scientific Paradigm: Membangun Sains Islam dari Pemahaman Mendalam atas Al-Qur'an
Abstrak
Keunggulan peradaban Islam pada Abad Pertengahan tidak lahir dari sekadar ritual membaca Al-Qur'an, tetapi dari pemahaman mendalam yang melahirkan sintesis antara wahyu dan sains. Namun, di era modern, umat Islam cenderung terjebak dalam dikotomi: satu sisi hanya menjadikan Al-Qur'an sebagai bacaan spiritual tanpa implementasi ilmiah, sementara sisi lain mengadopsi sains Barat tanpa mengakar pada paradigma Islam. Artikel ini mengkritisi kecenderungan reduksionisme dalam memahami Al-Qur'an, baik dalam aspek tekstual maupun epistemologis, yang menghambat lahirnya paradigma sains Islam. Dengan mengadopsi pendekatan historis, empiris, dan filosofis, tulisan ini menyoroti bagaimana integrasi antara ilmu keislaman dan sains modern dapat membentuk sebuah sistem pengetahuan yang khas Islam. Sebagai solusi, artikel ini menawarkan sebuah kerangka paradigma sains Islam yang berbasis wahyu dan rasionalitas kritis untuk menghidupkan kembali peran Al-Qur'an dalam membangun peradaban masa depan.
Outline
BAB 1 Pendahuluan
Latar belakang: Dualisme pemahaman Al-Qur'an dalam umat Islam modern (ritualisme vs. saintifik-sekulerisme).
Rumusan masalah: Mengapa umat Islam gagal membangun paradigma sains berbasis Al-Qur'an?
Tujuan penelitian: Mengkritisi reduksionisme dalam memahami Al-Qur'an dan menawarkan paradigma integratif antara wahyu dan sains.
BAB 2 Landasan Teori dan Metodologi
Teori Epistemologi Islam: Integrasi antara wahyu dan akal dalam khazanah Islam klasik (Ibn Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Khaldun).
Metode Historis: Studi perbandingan bagaimana peradaban Islam membangun sains pada Abad Pertengahan vs. peradaban modern yang berbasis sekularisme.