Sanneng namanya, nenek tua renta. Setiap hari duduk termenung di tepi jalan bersama perut laparnya.
Kerutan wajah melintang. Menelan liur, menghirup debu, matahari di atas kepala mengaburkan penglihatannya.
Sesekali ia melangkah terhuyung, sarung usang mendekap. Di tepi aspal berlubang, mobil mewah meludahi wajahnya.
Di sini, kepedulian telah mati. Khotbah agama tak menyentuh. Para dai dibungkam amplop.
Tak usah tanya politisi di sini, terang benderang, Sanneng terlantar. Pemihakan berhenti di kotak bisu. Deret kebijakan raib di udara.
Tak usah tanya kelas terpelajar, protesnya hanya di kota. Tak usah tanya anak cucunya, tunggu saja malaikat datang.
(Catatan langit)