Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Hukum dan Filosofi Mengucapkan Selamat Datang Ramadan

Diperbarui: 11 Maret 2024   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: BPIP

Seiring dengan kemajuan teknologi digital, terdapat tradisi yang terus berkembang di kalangan umat Muslim di Indonesia yaitu saling mengucapkan selamat Ramadan kepada saudara, sanak kerabat, dan handai taulan dengan menggunakan Whatsapp, Instagram, X (dulunya Twitter) dan aplikasi messenger lainnya.

"Ucapan selamat datang Ramadan bisa datang dari mereka yang memulai puasa pada 11 Maret 2024 seperti yang diputuskan PP Muhammadiyah ataupun yang memulai puasa pada 12 Maret 2024 seperti yang diputuskan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag)," ujar seorang teman dalam perbincangan di sebuah group Whatsapp.

"Benar sekali. Pada dasarnya, mau memulai puasa pada 11 atau 12 Maret 2024 boleh-boleh saja, tidak ada larangan. Yang tidak boleh justru kalau tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Karena dalam Rukun Islam, menjalankan puasa di bulan Ramadhan merupakan hal yang wajib, selain mengucapkan dua kalimah Syahadat, mendirikan Shalat, membayar Zakat atau pergi haji jika mampu," timpal seorang teman yang lain.

"Lalu bagaimana dong hukum mengucapkan Selamat Ramadhan dalam Pandangan Islam?," tanya seseorang masih di group Whatsapp yang sama.

"Begini, ucapan selamat, pada asalnya ialah termasuk dalam bab al 'adaat, kebiasaan manusia. Dan hukum asal dari kebiasaan ialah mubah (boleh), hingga datang dalil yang mengkhususkan status hukumnya. Maka barulah status mubah tersebut bisa berubah ke status hukum yang lain (yaitu wajib, sunnah, makruh, dan sebagainya),"  saut seseorang yang dikenal sebagai lulusan pesantren.

"Hal yang menunjukkan bahwa ucapan selamat ialah kebiasaan, ialah perbuatan para sahabat yang saling memberi ucapan selamat di hari raya ('Ied). Mereka biasa memberi ucapan selamat bertepatan dengan waktu hari raya tersebut.," ujar teman tersebut lebih lanjut.

“Karena memberikan ucapan selamat adalah kebiasaan, maka kita bisa melihatnya dari motifnya,” sela seorang anggota yang diketahui sebagai sosiolog.

“Maksudmu motif batik, kembang-kembang atau lurik?,” tulis yang lain sambil menyertakan icon tertawa

“Ha ha ha ... bisa aja ente becandanya. Begini, motif disini adalah dasar tindakan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tertentu seperti yang disebutkan dalam teori motivasi Abraham Maslow. Menurut Maslow, tindakan seseorang yang memberi ucapan selamat kepada orang lain tersebut memiliki motif-motif tertentu,”

Ia pun kemudian menjelaskan secara garis besar bahwa sebuah motif dapat diketahui melalui tingkah laku maupun rangkaian kata yang menyertai tindakan seseorang. Memperoleh suatu keuntungan dari tindakan itu merupakan salah satu motif yang mendasari tingkah laku seseorang. Terlepas keuntungan apa yang mereka inginkan, mungkin saja keuntungan yang bersifat fisik maupun yang bersifat psikis, material atau immaterial.

“Nah kalau dilihat dari keuntungan yang bersifat psikis, ucapan sambutan, marhaban, selamat datang: "Ramadhan" mengandaikan keriangan, kegembiraan, juga keagungan "spiritual," segera setelah sebelas bulan sebelumnya kita justru dikepung kehidupan "material" profan (sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting,” timpal seseorang yang lain yang dikenal sebagai alumni program studi filsafat..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline