Lihat ke Halaman Asli

A Taupiq

Penulis

Di Bawah Naungan Kubah

Diperbarui: 1 Desember 2022   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by pixabay.com/id/users/xusenru-1829710/

Bandung, bagiku menyimpan kisah kelam. Bagaimana tidak, sejak kepergian Rani aku harus menanggung kepedihan hidup. Hidup yang tidak pernah aku harapkan. Jangankan untuk bekerja, untuk hiduppun merasa tidak ada gairah. Hari-hariku hanya diisi dengan tangisan dan lamunan. Keseharianku hanya kantor dan kosan. Sebatas menyelesaikan tugas untuk memimpin divisi marketing, mencapai target dan evaluasi kinerja karyawan, setelah itu hanya ada kepiluan.

Suatu hari, direktur menugaskan divisi marketing untuk meningkatkan target penjualan dan perluasan tempat penjualan. Tim yang sedari kemarin sudah disibukan dengan evaluasi bulanan secara serentak kaget dengan tugas ini, aku sebagai ketua Divisi sepontan harus meluruskan apa yang mereka tafsirkan. 

"Kawan-kawan, aku tahu ini tidak masuk akal. di penghujung tahun ini seharusnya agenda kita liburan divisi, tapi akhir tahun ini kita punya tugas dari Direktur. Aku akan usulkan, jika tugas ini selesai kita bisa liburan ke Bali/ Jogya. Tapi dengan catatan, apa yang menjadi tugas kita harus selesai sesuai deadline dan target terpenuhi. Kita satu tim, tidak ada yang tidak mungkin. Jika dilihat dari potensi yang ada, dalam satu bulan ini target akan terpenuhi. Dengan catatan kita harus bekerja ekstra dan tidak saling mengandalkan".

"Bener tuh! Selama Divisi ini dipegang sama pak Gara, kita selalu mencapai target loh! Bukan lagi target minimal, tapi ini lebih dari itu". Ujar Julian, perempuan Aceh yang menjadi primadona di Divisi Marketing.

"Sepakat Jul! Selama kita dibawah komando pak Gara, tugas ini gua yakin bisa terpenuhi. Kita harus percaya dengan kebijakan pak Gara dan kerjakan setiap intruksinya". Sambung Daniel, salahsatu karyawan yang paling lama di Divisi ini.

"Kalian harus yakin, supaya aku juga bisa bekerja diatas keyakinan kalian. Bantu aku menyelesaikan tugas ini dengan semangat dan loyalitas kalian. Aku akan usahakan ke Dirut untuk memberikan tambahan waktu liburan". Sahutku, sembari menerka wajah lesu mereka yang sedari pagi bekerja ekstra menyelesaikan tugas kantor.

Aku bergegas membereskan semua administrasi yang dibutuhkan. Ini sudah pukul 20.30, aku belum sempat sembahyang isa. Aku lari menuju lorong selatan, dengn harapan bisa cepat sampai masjid agung agar bisa shalat disana. Bukan aku tak mau shalat di kantor atau di mushola kantor! entah kenapa hari ini aku ingin sekali mendinginkan pikiran di masjid agung. Di parkiran aku segera menyalakan motor Yamaha All New Xsr-155, kemudian melaju menuju Masjid Agung.

Dibawah naungan kubah yang begitu gemerlap, diatas sejadah hijau, wajahku dibasuh oleh air mata yang tak bisa ku hentikan. Tangisan yang mengingatkan ku akan apa yang aku lakukan selama ini adalah kesia-siaan belaka saja.

Ya tuhan,kenapa? kenapa harus aku yang merasakan pedihnya kehilangan. Kehilangan seseorang yang aku harapkan sebagai permata hidup yang menghidupkan. Kenapa harus aku dan Rani yang dipisahkan? Kenapa tidak pasangan lain yang tidak memiliki komitmen hidup, tuhan? kenapa harus kita?

Aku tak menghiraukan apa yang orang lain lihat atas apa yang aku lakukan, biarkan mereka menafsirkan apa saja tentangku malam ini. Aku merasa lega, lepas dari beban pikiran yang selama ini terpendam dalam pikiran dan sanubari. Seakan mendapatkan tempat untuk mencurahkan semua isi pikiran dan perasaan ini. Aku merasa tenang, lega, plong tanpa beban.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline