Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Bisnis Daun Pisang yang Menggiurkan

Diperbarui: 24 Januari 2020   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebun pisang kluthuk yang menawan. Desa Jenon. Dokpri

Bertani menanam padi, jagung, sayur mayur, cabai, bawang merah, dan bawang putih atau menanam sejenis rerumputan untuk pakan ternak adalah hal yang biasa. Berkebun buah-buahan seperti jeruk, mangga, pepaya, jambu, pisang, dan buah buah naga atau umbi-umbian seperti lengkuas, jahe, kunyit, temulawak, dan sejenisnya adalah hal yang lumrah. Tetapi menanam buah pisang sekedar untuk diambil daunnya jaranglah kita dengar sekalipun sebenarnya juga cukup banyak hanya jarang ditemui.

Bagi masyarakat tradisional, daun pisang sebagai pembungkus masakan atau makanan, entah sebagai hantaran atau saat kenduri amat sulit tergantikan sekali pun sudah ada foam, plastik, kertas pembungkus, kardus kotak makanan. Apalagi sebagai pembungkus kue dan masakan tradisional seperti nagasari, mendut, lemet, ongol-ongol, botok, buntil, lontong dan nasi tumpeng serta masih banyak lagi.

Kebutuhan yang cukup besar akan daun pisang ini, tentunya memerlukan pasokan yang besar pula dan tak mungkin hanya dipenuhi dari memetik daun pisang yang tumbuh liar di pinggir kebun. Selain jumlah sedikit dan tak memenuhi permintaan, biasanya pisang yang ditanam di kebun adalah pisang buah seperti pisang hijau, pisang susu, pisang ambon, barlin, slendang, candi, raja, dan kepok. 

Sedang pisang yang khusus diambil daunnya adalah pisang kluthuk, yakni pisang yang amat banyak bijinya dan lebih banyak rasa sepet dari pada rasa manisnya, sehingga jarang dikonsumsi. Sehingga jika sering dipetik daunnya tidak akan mengganggu kesuburan buah pisangnya. Bahkan ketika pohon pisang kluthuk menunjukkan akan berbunga akan segera dipotong atau dimatikan sebab tak mungkin akan memberi  tunas daun muda lagi. 

Sebaliknya, jika daun pisang buah sering dipotong atau dipetik daunnya maka buahnya pun tidak subur. Satu tandan yang biasanya ada 6-8 sisir mungkin hanya menghasilkan 4-6 sisir kecil saja. Tidak montok lagi.

Kebun pisang kluthuk di Desa Jenon, Malang | dokpri

Dokumen pribadi

Keuntungan menanam pisang kluthuk adalah tidak memerlukan pupuk selain tidak boleh kekurangan air. Hama pun tak terlalu mengkhawatirkan, hanya ulat daun yang banyak predatornya dan siput (bekicot) yang mudah dibasmi.

Musuh terbesar pisang kluthuk adalah angin dan hujan lebat. Sebab peristiwa alam inilah yang membuat daun menjadi robek sehingga menurunkan mutu dan harga. Kesulitan kedua, biasanya pemilik lahan di sebelahnya keberatan jika ditanami pisang kluthuk sebab cukup menghambat sinar mentari yang amat dibutuhkan secara oleh tanaman lainnya.

Maka dari itu, petani pisang kluthuk kebanyakan yang memiliki lahan di pinggir sungai dan tebing atau lembah yang banyak pasokan air serta sedikit hembusan angin yang kuat atau deras. Dan tentu saja tidak mengganggu lahan petani lain.

Masa panen daun pisang kluthuk bisa dilakukan setiap sebulan sekali dengan sekali petik empat atau lima pelepah daun. Berdasarkan pengalaman penulis, setiap batang pohon menumbuhkan tunas daun baru setiap 7-10 hari tergantung pasokan air. Bahkan jika baru dipetik atau panen tunas daun baru akan segera tumbuh kembali. Dengan catatan, tidak boleh pelepah daun dihabiskan atau dipetik semua, paling sedikit disisakan 3-4 pelepah. Jika dipetik semua akan menyebabkan kematian pohon.

Desa Banjar Rejo, Malang. Dokumen pribadi

Kebun pisang kluthuk Desa Kedungrejo, Malang. Dokpri

Bagian pinggir kebun banyak yang rusak karena angin. Dokpri

Sekali pun petani yang membudidayakan cukup banyak namun kebutuhan permintaan juga cukup besar, maka harganya pun cukup menantang. Setiap batang pohon atau 4-5 pelepah daun sekali petik biasanya seharga Rp 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah) untuk tingkat petani. Itu pun tergantung permintaan.

Jika hari raya bisa mencapai lima ribu rupiah. Di tingkat pasar tradisional, tiap dua lembar atau satu pelepah harganya Rp 1.500,- Tapi biasanya, pedagang eceran tidak menjual per pelepah tetapi satu ikat yang berisi tiga pelepah seharga Rp 5.000,-

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline