Lihat ke Halaman Asli

Ardhy Samjaya

Web Designer, Screenprinter, Drummer, N21 Amway Business Owner

Haruskah Profesional Takut dengan Perkembangan AI?

Diperbarui: 26 Juli 2025   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kolaborasi manusia & AI: dari rasa takut menuju inovasi. Masa depan kerja menanti mereka yang berani beradaptasi."  - Ilustrasi dibuat dengan SORA

Perkembangan AI dan Profesional

Ketakutan yang Manusiawi

Bayangkan Raisa, seorang manajer proyek berusia 32 tahun yang baru saja menyaksikan demo perangkat generative AI menulis laporan dalam hitungan detik. Di kepalanya, muncul pertanyaan: "Kalau mesin bisa melakukan ini, apa yang tersisa untukku?" Rasa khawatir Raisa mewakili jutaan profesional lain yang bertanyatanya apakah perkembangan AI berarti akhir dari karier mereka---atau justru awal babak baru.

Jika mundur sejenak ke tahun 2011, kita pernah melihat kegelisahan serupa saat IBM Watson mengalahkan jawara kuis Jeopardy!. Ketakutan itu tidak sertamerta membuat profesi analis data lenyap; justru menumbuhkan lapangan kerja baru di bidang data science dan machine learning engineering. Dengan pola sejarah ini, wajar bila kita bertanya kembali: akankah siklus "takut lalu adaptasi" terulang?

Mengapa AI Memicu Rasa Takut?

  • Automasi tugas rutin memungkinkan mesin mengeksekusi pekerjaan administratif, input data, hingga penerjemahan dasar, yang dulu menjadi pintu masuk karier banyak pekerja.
  • Kecepatan inovasi: model bahasa besar (LLM) kini diperbarui dalam hitungan minggu. Siklus belajar tradisional---kuliah 4 tahun dan pelatihan tahunan---terkesan lamban menghadapi percepatan ini.
  • Ketidakpastian regulasi: Beberapa negara belum memiliki pedoman komprehensif soal tanggung jawab, privasi data, dan hak cipta dalam penggunaan AI, menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
  • Bias media: Headline dramatis yang menekankan risiko pemutusan hubungan kerja menghasilkan amplification bias---takut lebih cepat menyebar dibanding kabar baik.

Faktanya: 8 dari 10 berita teknologi terpopuler di 2024 memakai kata kunci "AI menggantikan pekerjaan" dalam judulnya (analisis Media Cloud, 2025).

Data Global: Apa Kata Angka?

1. Penciptaan vs. Penggantian Pekerjaan

Laporan Future of Jobs 2025 dari World Economic Forum (WEF) memproyeksikan 170 juta pekerjaan baru akan tercipta hingga 2030, sementara 92 juta akan tergantikan---hasil bersihnya +78 juta pekerjaan.

Sebagai perbandingan, revolusi internet tahun 1990an menciptakan sekitar 40 juta pekerjaan teknologi baru hingga awal 2000an, menunjukkan bahwa dampak AI bisa dua kali lipat lebih besar.

2. Risiko Automasi

OECD menemukan bahwa sekitar 27 % pekerjaan di negaranegara anggotanya tergolong berisiko tinggi otomatisasi. Namun survei yang sama menyatakan 60 % dari pekerjaan itu juga berpotensi augmented---ditingkatkan, bukan digantikan, oleh AI. Dalam skenario ini, pekerja manusia masih memegang peran pengawasan, pengambilan keputusan, dan etik.

3. Lonjakan Adopsi Korporasi

Survei McKinsey 2024 menunjukkan 65 % perusahaan global kini menggunakan generative AI secara rutin---hampir dua kali lipat dibanding sepuluh bulan sebelumnya. Teknologi paling populer adalah pembuatan konten pemasaran, analitik pelanggan, dan code generation. Potensi peningkatan produktivitas jangka panjang diperkirakan mencapai US$4,4 triliun per tahun.

4. Kompensasi dan Upskilling

Bank Dunia melaporkan bahwa perusahaan yang menerapkan AI menambah anggaran pelatihan karyawan sebesar 23 % ratarata, khususnya untuk program upskilling data literacy dan prompt engineering.

Lensa Indonesia: Seberapa Siap Kita?

Indonesia memiliki dinamika khas---populasi muda, adopsi teknologi tinggi, namun kesenjangan keterampilan digital masih lebar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline