Lihat ke Halaman Asli

ardhilarfq

Uin Raden Mas Said Surakarta

Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

Diperbarui: 11 Maret 2025   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover buku Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia karya Saiful Millah, M.Ag. dan Asep saepudin Jahar, M.A., Ph.D.

Identitas Buku

Judul Buku : Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

Penulis : Saiful Millah, M.Ag. dan Asep saepudin Jahar, M.A., Ph.D.

Penerbit : Amzah 

Kota : Jakarta 

Tahun Terbit : 2021

Buku berjudul Dualisme Hukum Perkawinan Islam di Indonesia membahas berbagai persoalan dalam hukum keluarga dengan pendekatan sosial hukum. Di dalamnya, dikaji hukum keluarga sebagaimana yang dibahas dalam fiqh klasik dari beberapa mazhab, seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Para Imam Mazhab telah menguraikan berbagai aspek terkait ibadah dan sosial berdasarkan konteks tempat, waktu, serta kondisi yang berlaku. Selain itu, buku ini menyajikan pembahasan hukum keluarga secara komprehensif dengan perspektif sosial hukum. Buku ini juga bermanfaat bagi akademisi dan praktisi hukum di lingkungan peradilan agama, termasuk hakim, pengacara, maupun mediator

Pada bab 1 dijelaskan bahwa terdapat dualisme dalam penerapan hukum, yakni antara penggunaan fiqh mazhab atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai dasar dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang sama di masyarakat. Akibatnya, satu kasus yang serupa dapat menghasilkan keputusan berbeda karena perbedaan dalam rujukan hukum yang digunakan. Contoh dari dualisme ini terlihat pada kasus di KUA Sewon dan KUA Kotagede, Yogyakarta, terkait wali nikah bagi seorang anak perempuan yang diduga lahir kurang dari enam bulan setelah pernikahan orang tuanya. Perbedaan dalam putusan hukum semacam ini menimbulkan kebingungan dan kegelisahan di kalangan pakar hukum Islam, yang khawatir bahwa ketidaksepakatan tersebut dapat melemahkan hukum Islam di Indonesia. Oleh karena itu, mereka berupaya merumuskan suatu aturan hukum yang dapat menjadi pedoman seragam dalam menyelesaikan permasalahan sosial. 

Pada bab 2 dijelaskan mengenai fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang pada dasarnya merupakan produk ijtihad manusia dengan tujuan menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat. Keduanya bukan bagian dari syariat Islam secara langsung, melainkan bersifat relatif dan tidak mutlak. Fiqh dan KHI tidak bersifat mengikat serta dapat mengalami perubahan sesuai dengan kondisi yang berkembang. Bahkan, keduanya menjadi bagian dari khazanah Islam yang mencerminkan fleksibilitas hukum Islam dalam merespons beragam situasi masyarakat muslim yang membutuhkan keputusan hukum. Sementara itu, perbedaan pandangan antara fiqh dan KHI dibahas lebih lanjut pada bab 3, khususnya terkait pernikahan wanita yang hamil akibat zina beserta implikasi hukumnya, serta keabsahan talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan agama.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 53, seorang wanita yang hamil akibat zina hanya dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya, seolah-olah tidak ada kemungkinan untuk menikah dengan pria lain. Sementara itu, dalam fiqh, khususnya menurut mazhab Hanafi dan Syafi'i, seorang wanita yang hamil karena zina diperbolehkan menikah dengan pria yang tidak menghamilinya. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa janin yang berasal dari perzinaan tidak memiliki status kehormatan, sehingga perbuatan zina yang hukumnya haram tidak dapat menjadi penghalang bagi pernikahan, yang pada dasarnya diperbolehkan. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa wanita hamil karena zina yang ingin menikah harus dalam keadaan tidak terikat perkawinan dengan pria lain, baik masih perawan maupun berstatus janda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline