Lihat ke Halaman Asli

Mari Bekerja Menciptakan Toleransi Antarumat

Diperbarui: 31 Desember 2017   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi Antar Umat - lukasbayuaji.blogspot.co.id

Ada yang mengatakan penduduk Indonesia sangat ramah. Tapi ternyata saat ini banyak penduduk Indonesia yang mudah marah. Ada yang mengatakan Indonesia adalah negara damai, tapi masih saja ada pihak-pihak yang mengingkan konflik terjadi. Indonesia dilahirkan sebagai negara majemuk, negara yang penuh keberagaman suku, budaya, bahasa dan agama. Tapi dalam perkembangannya, masih saja ada pihak-pihak yang mempersoalkan keberagaman, dan menggantinya dengan sistem khilafah. Lalu, dimana toleransi yang menjadi ciri khas negeri ini? Apakah benar ini menunjukkan Indonesia darurat intoleransi?

Bukankah semua orang ingin hidup dalam tatanan sosial yang tenang, damai, bisa berdampingan, dan saling tolong menolong? Kalau keberagaman atau perbedaan itu selalu diributkan, kapan perdamaian itu akan datang? Ingat, tahun depan Indonesia akan memasuki tahun politik. Tahun dimana berbagai kepentingan akan berseliweran. 

Jika kita tidak membentengi diri dengan nilai-nilai toleransi yang kuat, kita akan mudah diprovokasi oleh sentimen SARA, seperti yang pernah terjadi di pilkada DKI beberapa waktu lalu. 171 daerah yang akan melakukan pemilihan kepala daerah, semestinya bisa jadi momentum untuk mencari pemimpin yang bertanggung jawab, jujur, adil dan tetap menghargai keberagaman. Tahun politik jangan dijadikan sebagai ajang untuk saling membenci dan mencaci, antar umat manusia.

Komnas HAM sempat menyatakan Indonesia memasuki darurat intoleransi. Indikasinya banyak sekali tindakan-tindakan intoleran, yang sering muncul di masyarakat. Hampir setiap tahun komisi negara menerima pengaduan, terkait praktek-praktek intoleransi yang masih ada di masyarakat. Mulai dari larangan beribadah, larangan mendirikan tempat ibadah, penyegelan tempat ibadah, hingga tindakan persekusi yang mengatasnamakan agama. Dalam berbagai survey, tindakan intoleran ini juga seringkali muncul. Dalam survey Wahid Institut misalnya. Dalam survey tercatat bahwa sekitar 600 ribu orang Indonesia pernah bertindak radikal, dan 11 juta orang mau bertindak radikal kalau memungkinkan.

Praktik intoleransi jelas tidak tepat diterapkan di Indonesia. Tidak ada satupun juga agama di Indonesia, yang menganjurkan kepada para pemeluknya untuk melakukan praktek intoleransi. Bahkan dalam Islam sendiri, tidak pernah menganjurkan intoleransi. Ironisnya, justru masih saja ada pihak-pihak yang mengatasnamakan Islam, tapi perilakunya justru menunjukkan perilaku yang intoleran. 

Oknum ini jelas menciderai Islam yang menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi. Dalam Islam sendiri, dianjurkan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Karena Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa, maka saling mengenal itu merupakan sebuah keniscayaan. Lalu, kenapa masih saja ada yang tidak mau berjabat tangan dengan yang berbeda agama? Kenapa yang minoritas masih saja mendapatkan perilaku diskriminatif?

Mari kita saling introspeksi diri. Jika kita sesama masyarakat Indonesia, masih terus saling mencari kesalahan orang lain, maka kita dan negara ini sendiri yang akan rugi. Tuhan telah memberikan anugerah yang begitu indah bagi Indonesia. Anugerah itu akan hancur dengan sendirinya, karena masyarakatnya yang tidak bisa mengelola dan mensyukurinya. 

Karena itulah, stop ujaran kebencian. Stop aksi persekusi dan merasa benar sendiri. Mari saling menerima perbedaan antar sesama. Mari saling menghargai dan tolong menolong kepada siapa saja. Karena itulah esensi dari toleransi antar umat beragama. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline