Lihat ke Halaman Asli

Any Sukamto

Belajar dan belajar

Cerpen | Lelaki yang Selalu Menyapaku

Diperbarui: 30 April 2020   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi oleh Pixabay.com

Pagi itu, aku masih berusaha menyelesaikan satu naskah sebelum date line jam 12 siang. Kurangkai kata per kata agar terbaca indah dan penuh makna. Tak ada yang sulit bagiku jika memang sudah kuniatkan. 

Ilustrasi oleh Pixabay.com

Saat tubuh ini butuh rehat sejenak, tetiba aku membayangkan nikmatnya secangkir teh Caykur. Aromanya yang khas bisa melemaskan beberapa syarafku yang menegang beberapa jam terakhir. Saat hendak meracik teh, baru teringat kalau persediaan Caykur di dapur telah habis. 

Baiklah, kalau begitu aku buat secangkir kopi saja.Suara mobil penjual sayur terdengar mendekat. Meskipun apartemenku terletak di atas, tetapi aku masih bisa mendengar teriakan tukang sayur melalui speaker yang dibawanya. Aku pun bergegas menuju balkon.

Ilustrasi oleh Pixabay.com

Kuambil keranjang dan catatan belanja yang sudah disiapkan sebelumnya. Tak lupa beberapa lembar uang juga disertakan. Ketika penjual sayur sampai di depan apartemen, aku tinggal menurunkan keranjang tersebut. Begitulah cara warga Istanbul Turki yang tinggal di apartemen berbelanja, jadi sudah terbiasa dengan social distancing. 

Beberapa saat kemudian, kutarik lagi keranjang sayurku yang telah terisi. Beberapa macam sayur dan belanjaan lain telah dimasukkan dalam keranjang. Lumayan untuk persediaan sayur dua hari, pikirku.

“Banyak sekali belanjaan hari ini, apakah akan ada pesta?” tanya lelaki penghuni apartemen depan.

“Oh, tidak. Hanya untuk persediaan saja,” jawabku ramah.

“Apa boleh suatu hari aku diundang, untuk mencicipi masakannya?” Kembali ia bertanya.

“With my pleasure!” Sebuah senyum kuhadiahkan, dia lalu pamit.

Setelah semua barang kumasukkan dalam lemari pendingin, aku kembali pada laptop yang masih menyala. Waktu masih tersisa untukku menyelesaikan setengah artikel lagi. Kucermati kembali kata per kata yang telah tertata.

Usai mengirim naskah, tak berapa lama sebuah notifikasi masuk. Ternyata dari salah satu pembaca artikelku, layaknya yang lain dia juga mengirimkan salam. Tak ada yang aneh lagi jika sesama penulis saling menyapa lewat tulisan.

Namun, ada yang menggelitik di pikiranku. Kata-kata yang disampaikan dalam komentarnya seolah menunjukkan ia sangat mengagumiku. Penasaran dengan nama tersebut, kubuka artikelku yang lain. Ternyata dia memang selalu mengapresiasi setiap tulisanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline