Lihat ke Halaman Asli

anivalaaa

Mahasiswa

Riuh yang Tak Dianggap

Diperbarui: 21 September 2025   05:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menari di puncak sukacitaku,
menabur tawa dalam ruang retorika kita.
Kuceritakan semuanya, ledakan lengang yang kumiliki.
Namun balasanmu hanya seonggok asap mengambang, melintas, mengembun, lalu hilang sebelum mengenai kulitku.
Fonem-fonem yang kususun rapi hingga berlembar-lembar,
hanya kau balas dengan satu klausa hambar.
Seolah aku sekadar mesin ketik yang berderak tanpa arti.
Mungkin aku hanya kau anggap seperti bayangan yang lewat di atap rumahmu,
tak nyata, tak dimintai, tak dianggap.
Padahal tiap kali kau menari di atas curahan hatimu untukku,
aku selalu menyapu sisa-sisa suaramu sampai tak bersisa.
Tak lupa kulengkapi dengan hiperbola agar kau tidur tenang,
menabur diksi agar langkahmu tak terganjal.
Meski terlambat, tapi kini kusadari, tidak semua sukacita berhak pada hadirmu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline