Lihat ke Halaman Asli

Amirudin Mahmud

TERVERIFIKASI

Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Puasa dan Toleransi

Diperbarui: 13 Juni 2016   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: daerah.sindonews.com

Belakangan publik ramai membicarakan seorang bernama Saeni. Siapa dia? Saeni adalah pemilik warung tegal (warteg) yang dirazia oleh Satpol PP karena membuka dagangannya pada siang Ramadhan. Akibat  makanannya disita petugas Satpol PP Kota Serang, Saeni (53) mengalami kerugian sebesar Rp600 ribu. Saeni nekat meminjam uang ke bank keliling atau rentenir Rp400 ribu. Dia juga utang beras 12,5 kilogram ke warung langganannya.

Kisah Saeni mendapat simpati dari banyak kalangan, termasuk Presiden Jokowi. Seperti pengakuan Saeni pada news.okezone.com,Minggu kemaren (12/6) utusan Jokowi menemuinya. Dua orang laki-laki menggunakan kemeja putih, celana panjang hitam, yang mengaku utusan dari Presiden Jokowi itu mengantarkan amanat berupa uang tunai yang disimpan dalam amplop cokelat. Uang senilai Rp. 10 juta tersebut, pesan Jokowi bisa untuk membayar hutang, membeli baju lebaran, juga ongkos pulang kampung. Pemilik warteg yang berada di Jalan Cikepuh, Pasar Rau, Kota Serang itu merasa bersyukur  mendapat perhatian khusus dan bantuan teresebut.

Kepedulian juga datang dari para nitizen di media sosial. Seorang pengguna Twitter bernama Dwika Putra menggalang donasi dari khalayak ramai, sesama pengguna media sosial. Aksi simpatik itu telah mengumpulkan sumbangan. Jumlah sumbangan telah mencapai ratusan juta lebih.

Razia  dilakukan oleh Satpol PP Kota Serang Jumat (10/6) lalu itu berdasarkan intruksi Walikota berbentukA Surat Edaran. Yaitu imbauan yang melarang membuka warung pada siang hari selama bulan puasa. Dalam razia tersebut, petugas telah menertibkan puluhan warung. Beberapa pemilik warung beralasan buka siang hari karena tidak tahu ada imbauan larangan tersebut. Sebagian lagi buka warung karena butuh uang untuk menghadapi Lebaran. Sementara itu Kepala Satpol PP Maman Lutfi kepada Kompas TV mengatakan, warung tersebut kena razia karena buka siang hari dan melayani warga yang tidak puasa.

Razia di kota Serang tersebut disesalkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kallah (JK).  JK menentang adanya penyisiran oleh Satpol PP terhadap pemilik restoran atau warung makanan yang tetap buka selama bulan Ramadhan. Menurut JK, tidak semua warga berpuasa pada bulan Ramadhan ini. Selain warga yang non-Islam, ada juga warga Muslim yang tidak bepuasa karena berhalangan seperti sakit atau bepergian. Selama ini restoran dan warung makan cukup "tahu diri" dengan memasang tirai di pintu dan jendelanya agar aktivitas di dalam tidak bisa terlihat dari luar. Ia meminta masyarakat baik yang berpuasa maupun tidak untuk saling menghormati. (http://nasional.kompas.com)

Hal senada ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Mendagri menginstruksikan direktur Satpol PP untuk menegur dan mengingatkan jajaran Satpol PP Kabupaten Serang agar tidak berlebihan saat menjalankan instruksi kepala daerah. Bahwa dalam melaksanakan instruksi kepala daerah atau melaksanakan peraturan daerah harus bersikap simpatik, mengedepankan penyuluhan, tidak over acting,dan menimbulkan tidak simpatiknya masyarakat kepada pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Mengajarkan toleransi

Pro kontra seputar warung di siang Ramadhan bukan hal baru. Setiap tahun kita ribut memperdebatkannya. Nampaknya, kita belum mampu mengambil hikmah dari masalah tersebut. Puasa belum memberi makna  dalam kehidupan bertoleransi di tanah air. Puasa belum dapat menghadirkan masyarakat toleran yang menghargai setiap perbedaan yang ada.

Secara etimologi puasa diartikan sebagai menahan diri. Kata “menahan diri” cakupan sangat luas. Manahan diri saat berpuasa tidak sekadar pada makan dan minum. Lebih jauh, menahan diri dari setiap hal yang mendatangkan kemudharatan bagi sesama manunusia. Tangan, lidah, mata dan seluruh anggota tubuh diharap dapat menahan diri dalam bertindak, bersikap. Bahkan hati pun diminta untuk bisa menahan diri agar tidak berpikir negatif seperti berprasangka buruk (su’uddhon), dengki atau penyakit hati lainnya.

Puasa sejatinya mendidik, melatih, mengajarkan  toleransi. Kewajiban puasa tidak untuk semua orang. Puasa hanya diwajibkan bagi orang beriman seperti tuntutunan Quran (Al Baqarah:183). Orang beriman pun tak berlaku semuanya. Bagi yang sakit, bepergian, usia lanjut, pekerja berat dalam Islam diperbolehkan tidak berpuasa. Keadaan mereka dikategorikan sebagai udzur atau alasan diperbolehkannya tidak berpuasa. Ini diatur dalam hukum Islam. Sebagian mereka kudu menggatinya di waktu lain. Allah berfirman, “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, maka (boleh tidak berpuasa) gantinya di hari lain…” (QS. Al Baqarah: 184).

Seorang muslim berpuasa harus siap berdampingan dengan yang tak berpuasa baik karena alasan syar’i (alasan agama), beda agama, atau karena sebab lain. Kewajiban berpuasa diiringi dengan pembelajaran toleransi yang sangat berharga dalam menyikapi perbedaan. Bahwa tidak semua orang akan berpuasa. Bagi mereka yang berpuasa maupun yang tidak wajib saling menghormati, menghargai yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline