Lihat ke Halaman Asli

Amak Syariffudin

Hanya Sekedar Opini Belaka.

"Bonek" Ini Bisa Rugikan Duit Negara

Diperbarui: 18 Mei 2021   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS.COM/JASA MARGA)

Jauh hari, Menko Perekonomian Hartarto Airlangga sudah mengingatkan para Menteri di bawah koordinasinya, bahwa sekurang-kurangnya 15 provinsi bakal menerima peningkatan penderita covid-19. 

Pada 16 Mei, sehari sesudah Idulfitri, kota-kota besar di provinsi Sumatera mulai Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi hingga Palembang, sudah dicatat angka kenaikan warga yang terinfeksi covid-19 dan beberapa puluh sudah ada yang meninggal karenanya. 

Maklum, menurut yang bisa dicatat dari 22 April-14 Mei, sedikitnya 440.014 orang mudik ke Sumatera. Terbanyak dari arah pulau Jawa. Catatan angka 17 Mei, 48.305 orang meninggal karena covid-19 dibanding 16 Mei berjumlah 48.093 jiwa, atau dalam dua hari 202 orang meninggal karenanya.

Kita memahami perbuatan 'bondo-nekad' (bonek) untuk mudik menggunakan segala fasilitas angkutan bermotor. Dari mobil sedan sampai pun truk/pickup digunakan. Umpamakan bisa terbang tanpa pesawat, sudah pasti akan dilakukan demi menghindari pemeriksaan pihak Polisi, TNI dan Satpol PP setempat. 

Keputusan Pemerintah tahun 2021 mengenai Protokol Kesehatan dan sanksinya yang juga dapat mencakup larangan mudik tahun ini, bukan mau menunjukkan  kekuasaan. Akan tetapi justru menyayangi rakyatnya dapat terhindar dari penularan berbagai jenis covid yang berkembang sekarang. Baik demi kesehatan dan keselamatan  yang melakukan mudik maupun yang dimudiki. 

Larang mudik bukan rahasia lagi. Sudah diketahui oleh semua anggota masyarakat. Tetapi ada mentalitas tetap menetapi tradisi dengan bertindak 'berbekal nekad' (bonek). Kalau bisa mengibuli petugas yang menjaga perbatasan, akan merasa bangga karena bisa lolos. Namun mereka tidak bakal bisa menghindari setan virus covid-19 yang mungkin menghadang dan menempel serta memasuki tubuh mereka atau orang dekatnya.

Sebenarnya kita bisa mengerti nafsu mudik itu besar dengan cara bonek itu. Kita tidak peduli, kalaulah ada virus yang singgah ditubuhnya dan akhirnya membawa pergi nyawanya atau kerabat dekatnya. Itu resiko yang sudah diniati untuk dilawan mereka. 

Namun satu hal yang perlu dicermati, bahwa apabila diantara mereka ada yang terinfeksi virus itu, sudah pasti harus dirawat yang sebagian besar (kecuali para orang-orang kaya) dibiayai oleh Negara dengan fasilitas rumah-rumah sakit yang juga dibayar oleh Negara.

Kalau tak salah, ada benarnya kalau dikatakan bahwa duit Negara adalah duit rakyat. Berarti, biaya perawatan mereka yang bisa mencapai jutaan rupiah setiap orangnya itu adalah berasal dari duit rakyat.

Jadi, niat bonek untuk mudik itu yang terimbas virus tersebut akhirnya menjadi beban kita semua. Rakyat. Jadi, kalau ada beberapa kampung yang menutup gerbangnya bagi pemudik yang kembali ke Jakarta dan Tangerang tanpa membawa surat keterangan nihil virus covid-19, maka hal itu ada benarnya. Selain kekawatiran bila membawa serta virus itu bisa menulari warga kampung itu, juga ikut menjaga biaya Negara tidak keluar untuk yang sudah nekad mudik!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline