Lihat ke Halaman Asli

Achsinul Arfin

Suka membaca dan menulis

Ganti Nama Ganti Suasana

Diperbarui: 16 Desember 2022   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: B Universe Photo/Arnoldus Kristianus

Salah satu dari Rancangan Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang baru disahkan pada hari Kamis (15/12/22) adalah sebuah pergantian nama BPR, yang sebelumnya kepanjangan dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.

Pergantian nama tersebut sepertinya akan menjadi hal yang lebih mengena daripada nama sebelumnya, apalagi konotasi dari perekonomian lebih menarik daripada perkreditan.

Nama tersebut bisa lebih fresh, apabila ada orang yang belum tahu bisa jadi mereka mengira bank terbaru, padahal hanya berubah satu kosakata saja, atau mungkin orang akan tetap masa bodoh dengan pembaruan nama tersebut.

Pada hakikatnya bukan sebuah nama atau brand yang terpenting, apalagi kebanyakan sasaran di BPR adalah orang-orang yang berada di desa atau pelosok, sebab salah satu fungsi dari BPR adalah menjaring calon nasabah yang belum terjangkau oleh bank konvensional atau mereka yang masih bersikap skeptis terhadap bank konvensional.

Beberapa orang kampung menganggap bahwa peminjaman di BPR lebih mudah, berbeda dengan bank konvensional yang terlalu banyak persyaratan dan juga berbelit-belit.

***

Yang masih menjadi pertanyaan, apakah dengan pergantian nama tersebut pihak pengelola bank akan mengganti surat-surat ke notaris atau yang lainnya, sebab pergantian nama tersebut juga membutuhkan pembiayaan dalam kepengurusannya agar dapat diakui oleh negara.

Sebagai upaya peningkatan BPR agar dana yang terkumpul lebih banyak, mungkin para pihak yang mengelola BPR juga bisa memberikan sebuah edukasi apabila fungsi dari BPR bukan hanya sebagai sarana tempat meminjam, tapi bisa lebih dijabarkan lagi apabila BPR juga bisa difungsikan sebagai tempat menabung, secara umum sama seperti bank konvensional, meski ada beberapa batasan-batasan yang lebih mencolok.

Di kampung saya sendiri --daerah Nganjuk-- BPR memiliki kesan sebagai usaha yang dipandang remeh sekaligus dibutuhkan oleh masyarakat yang membutuhkan uang, baik untuk permodalan ataupun konsumtif. Orang-orang di kampung saya mengenalnya dengan sebutan bank titil, entah itu sebutan dari mana, yang pasti kesannya kurang baik.

Di lain pihak, BPR merupakan salah satu opsi yang baik untuk masyarakat daripada meminjam ke para rentenir atau lintah darat yang mengenakan bunga besar bahkan sampai lebih dari dua kali lipat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline