Lihat ke Halaman Asli

Balada Pencari Kerja dan Tukang Sate

Diperbarui: 18 Juli 2018   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah membaca cerita dari Meita Eryanti yang berjudul Cerita tentang Bursa Kerja dan Pencari Kerja yang Tidak Siap Bersaing, saya jadi teringat cerita dari teman sekolah saya.

Cerita ini sederhana saja. Cerita dari seorang teman sekolah waktu duduk di bangku SMK. Beberapa hari yang lalu, ia baru saja bertemu dengan temannya. Temannya itu jauh lebih muda daripada dirinya. Katanya, baru lulus sekolah dan belum mendapatkan pekerjaan.

Mereka berdua janjian di salah satu warung kopi pinggir jalan. Sekitar daerah alun-alun Bekasi. Dengan sebungkus rokok yang saling berbagi dan dua gelas kopi hitam mereka akrab berbincang. Dalam perbincangan ia diserahkan sebuah map berwarna cokelat dengan ukuran kertas polio. Tentu saja sudah bisa ditebak. Surat lamaran kerja.

Dengan senang hati ia ingin membantu temannya itu. Posisi dia di tempat bekerja hanyalah seorang teknisi. Bukan seorang yang duduk di bagian Human Resources Departement. Dan tanpa basa-basi ia mengatakan apa adanya, "Gue kerja di Jakarta. Jadi mekanik di bengkel mobil. Lo emang mau kerja di Jakarta?"

"Ya, gak apa-apa, Bang. Gue mau. Tapi kalau bisa cariin tempat kerjanya yang di Bekasi aja. Terus, hari Sabtu Minggu bisa libur". Pintanya dengan polos.

Teman saya terperanjat lalu terdiam sejenak. Ia melanjutkan percakapan, "Tapi gue kerjanya dari hari Senin sampai Sabtu. Terkadang gue juga masuk di hari Minggu, Loh..."

"Iya gak apa-apa juga, Bang. Yang penting gajinya gede."

Ia kembali melihat ke arah temannya. Temannya tersenyum. lalu ia menghisap rokoknya yang masih membara kemudian bilang, "Gue cuma bisa bantu masukin lamaran lo aja, ya. Persoalan dipanggil apa engga, diterima apa enggak. Ya... itu di luar kuasa gue".

 "Oke. Siap, Bang..."

Segelas kopi hitam miliknya tandas. Ia langsung pamit dengan membawa map cokelatnya. Ia tidak ingin menjelaskan lebih jauh tentang hal apa saja yang ia kerjakan. Sepeda motor yang ia Kendarai semakin jauh melaju dari warung tempat ia bertemu. Tak lama ponselnya berdering. Ternyata si pelamar kerja yang menelpon.

"Hallo, Bang.. maaf itu surat lamarannya ga jadi ya.."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline