Lihat ke Halaman Asli

Dilema Secangkir Kopi

Diperbarui: 2 Maret 2017   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kopi...kopi....kopi.....

Mendengar kata itu, bayangan kita langsung menerawang jauh membentuk meleburnya kopi, gula dan air dalam cangkir yang telah diseduh. Warnanya hitam pekat namun suguhan rasanya bercampur pahit dan manis, aromanya khas, disuguhkan dalam kondisi hangat dan rasanya sangat nikmat bagi pecinta kopi. Menikmati kopi tidak berbeda jauh dengan menjalani kehidupan persahabatan, perlahan tapi pasti terungkap dalam sebuah cangkir kopi. Dalam pandangan saya, kopi memiliki kejujuran yang kuat, kopi kurang gulanya akan menunjukkan kejujuran pahitnya, kelebihan gula juga menampakkan manisnya. Disisi lain antara gula dan kopi tidak ada yang mendominasi sehingga tidak ada yang harus dikorbankan. Relasi simbiosis mutualis antara kopi dan gula akan menciptakan rasa dan aroma yang nikmat, tidak ada yang dilebihkan agar keseimbangan dan transparansi dapat dibangun secara apik. Dari secangkir kopi persahabatan dapat dibangun dengan apik berdasarkan prinsip yang ada dalam kopi. 

Melalui secangkir kopi persahabatan akan menjadi sahabat yang baik dengan berlandaskan pada prinsip; 1) kejujuran dalam persahabatan, jujur dalam berbicara, jujur dalam merasakan dan jujur bertindak. Seperti kejujuran yang diungkapkan kopi dengan rasa pahitnya dan gula dengan manisnya. Kopi tidak pernah berubah menjadi manis begitu juga sebaliknya. Pada taraf inilah persahabatan harus dibangun berdasarkan kejujuran tanpa menggunakan topeng kepalsuan dan kemunafikan. 2) proporsional-egalitarian. Persahabatan harus dibangun melalui kebersamaan dan kesamaan antara satu dengan lainnya. Tidak ada yang merasa lebih antara satu dengan lainnya sehingga mencari korban untuk ditindas. Egalitarianisme menjadi modal bersahabat yang baik sehingga satu dengan lainnya saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan masing-masing. Disinilah keseimbangan proporsional dalam persahabatan sangat penting seperti yang ditunjukkan kopi dan gula yang tidak saling mendominasi. Manis mengurangi kepahitan dan pahit mengurangi kemanisan. Persahabatan seharusnya saling menutupi kekurangan satu dengan lainnya sehingga tercipta suasana batin persahabatan yang apik. 3) transparansi dalam persahabatan sangat dibutuhkan karena dengan demikian kita akan mengerti karakter masing-masing person. Memahami karakter inilah yang harus dipahami secara bersama-sama sehingga mampu menempatkan pada situasi dan kondisi yang sebenarnya, dan tentunya tidak saling menyakiti antara satu dengan lainnya. 

Melalui tiga prinsip dalam secangkir kopi, persahabatan akan terbangun menjadi persahabatan yang tidak hanya ada di dunia (mungkin dikehidupan lagi) sampai akhir nanti. Harapan ini bukan hanya menjadi sebuah dongeng belaka, tetapi buah dari mental group yang sudah terbangun secara apik. Mental group ini dapat menyatukan satu dengan lainnya sehingga satu dengan lainnya saling menutupi kekurangan, dan tentunya merangkai kesuksesan bersama. Pada taraf ini, secangkir kopi dapat membangun mental group, persahabatan sejati dan kesuksesan bersama. Tapi mungkin terlalu ideal tulisan ini untuk merangkai kesuksesan dari secangkir kopi. Melalui secangkir kopi dapat merangkai masa depan bersama, namun melalui secangkir kopi persahabatan sejati dapat berubah menjadi permusuhan sejati jika tidak mampu menyerap prinsip kopi diatas. 

Di era pasar bebas ini, secangkir kopi tidak hanya memiliki nilai positif yang merangkai persahabatan sejati, tetapi nilai negatif yang lebih nista juga disuguhkan oleh secangkir kopi. Secangkir kopi hanya dijadikan instrumen kulaan barang dagangan dalam bentuk ucapan, prilaku dan guyonan yang bernada negatif untuk diperjual belikan kepada orang lain, dan membawa dagangan berupa kekurangan orang lain sebagai suguhan dagangan dengan cawan baru. Dengan demikian secangkir kopi hanyalah instrumen untuk mencari celah negatif sahabatnya untuk dijual ke orang lain dan membawa sisi negatif orang lain untuk dilacurkan dalam kumpulannya. Orang seperti ini memiliki hobi membongkar sisi negatif teman2nya di depan orang lain untuk mendapatkan pengakuan baik pada dirinya. Prilaku ini sudah keluar dari prinsip yang disuguhkan secangkir kopi. 

Pasar bebas mengajarkan untung rugi dalam praktek jual beli barang dagangan. Namun dagangan pasar bebas masih bisa dikatakan baik karena semua yang diperjual belikan berbentuk materi, justru yang lebih miris dan naif dalam kehidupan secangkir kopi adalah jual beli moralitas manusia. Pada taraf inilah, berburuk sangka, jual beli moralitas kebencian sampai penghianatan menjadi rentetan situasi dalam secangkir kopi. Persahabatan sejati hanya kamuflase untuk menutupi berbagai jenis jual beli moralitas. 

Persahabatan hanya dianggap sebagai kamuflase yang melahirkan kebencian ketika topeng perlahan mulai terbuka. Satu dan lainnya hanya memiliki ikatan jual beli moral. Hal ini menimbulkan perpecahan yang akut seperti kaca pecah yang tidak akan bisa disambung dan disempurnakan kembali. Kamuflase persahabatan yang ditopang jual beli moral setidaknya melahirkan perpecahan dan bahkan konflik yang didasari oeh rentetan situasi secangkir kopi. 1) berburuk sangka antara satu dengan lainnya, sehingga saling mengintimidasi dan berebut paling benar. Satu dan lainnya saling mencibir dan merendahkan, lebih parahnya saling menghakimi berdasarkan pemikirannya sendiri tanpa tahu kebenaran faktualnya. Padahal secangkir kopi tidak pernah mengajarkan diri kita berburuk sangka satu dengan lainnya. Bayangkan saja kalau kopi berburuk sangka pada gula, begitu juga sebaliknya, maka kopi akan hidup dengan kepahitannya yang pekat, begitu juga dengan gula yang hidup dengan rasa manisnya yang berlebih dan sudah bisa dipastikan seduhan kopi tidak akan pernah ada. Begitu juga harapan persahabatan hanya menjadi mimpi yang tidak pernah terejawantahkan dalam kehidupan ini selama satu dengan lainnya saling berburuk sangka. Pada taraf inilah persahabatan sejati melalui cawan secangkir kopi hanyalah kamuflase saja. 2) jual beli moralitas kebencian. Selayaknya orang berdagang, setiap manusia membawa barang dagangannya untuk di jual dan disaat yang sama akan kulaan untuk dijual di pasar yang menerimanya. Barang yang dibawa untuk dijual melalui media secangkir kopi adalah moralitas negatif orang lain diluar manusia yang menikmati secangkir kopi bersama. Hal ini dilakukan agar dagangannya laku dan bersama-sama menebar kebencian kepada manusia yang moralitas negatifnya diperdagangkan. Disisi lain, melalui secangkir kopi mencoba menelisik moralitas negatif para teman dan sahabatnya sebagai barang kulaan untuk diperdagangkan kepada pasar atau komunitas yang berbeda dan tentunya juga memiliki niatan sama yaitu menebar kebencian kepada teman dan sahabatnya. Pada taraf inilah, menebar kebencian agar satu dengan lainnya saling membenci dan berkonflik. Ternyata prilaku adu domba tidak hanya dilakukan abu jahal di zaman dahulu, tetapi di pasar bebas ini banyak manusia berwajah abu jahal untuk menebar kebencian. Padahal, secangkir kopi tidak pernah mengajarkan kebencian gula kepada kopi, kopi kepada gula atau lainnya, karena jika kebencian yang disebar maka tidak akan pernah ada kopi yang bisa dinikmati dengan enak. Begitu juga persahabatan tidak akan pernah ada ketika dibangun dengan pondasi kebencian, karena kebencian akan melahirkan konflik dan perpecahan. Pada situasi seperti ini, akan melahirkan situasi secangkir kopi yang ke 3) yaitu penghianatan. Persahabatan yang dibangun melalui pondasi berburuk sangka dan jual beli moralitas kebencian akan melahirkan pembusukan dan penghianatan kepada sahabatnya. Penghianatan akan menjadi jalan hidup yang dipilih untuk mengajak orang menebar kebencian pada para sahabat dan teman-temannya sendiri. Melalui dagangan moralitas negatif ingin mengatakan bahwa yang paling baik diantara semua temannya adalah dirinya, sedangkan seluruh temannya memiliki moralitas negatif. Ternyata masih ada manusia yang membutuhkan pengakuan baik untuk dirinya. 

Bagi penulis, manusia yang membangun persahabatan dengan pondasi buruk sangka, jual beli moralitas kebencian dan prilaku penghianatan adalah seorang pelacur dan bahkan lebih rendah daripada pelacur dan hipokrisi persahabatan. Pelacur memiliki prinsip kejujuran dan transparansi, sedangkan orang seperti ini menghilangkan kejujuran dan transparansi. Oleh karena itulah, orang seperti ini lebih rendah dari pelacur. Kedua adalah hipokrisi persahabatan, penipuan pada persahabatan dengan memaenkan peran kebaikan sekalipun didalam hatinya sangat busuk. Topeng kepalsuan dilekatkan ke wajahnya agar tidak diketahui oleh lainnya, orang ini disebut sebagai hipokrit persahabatan dan kebenaran sejati. Begitulah kiranya sekelumit cacatan dari dilema secangkir kopi yang bisa menciptakan persahabatan sejati, namun disisi lain menciptakan hipokrisi persahabatan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline