Lihat ke Halaman Asli

Aksara Sulastri

Freelance Writer Cerpenis

Cerpen: Pensiun dari Memulung

Diperbarui: 1 Desember 2022   04:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pri by Canva

Masih tampak semburat ibu di wajahnya ketika malam semakin larut ia masih saja sibuk dengan pekerjaan. Ingin sekali aku memberikan uluran tangan tapi ditolaknya dengan ucapan yang bijaksana.

"Nanti kotor, Nak. Sudah kamu istirahat saja."

Setumpuk kardus yang tertata rapi lalu diikat dengan tali rafia. Botol-botol bekas minuman selalu saja diinjak, mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring-- membuat bising di telinga. Acap kali mengganggu tidur tetangga. 

Karena sudah menjadi kebiasaan ibu, tak ada protes dari mulut mereka. Pekerjaan yang membuatnya bertahan dalam hidup. Meski kedua anaknya sudah membangun sebuah rumah tangga. Ibu tak ingin menjadi beban untuk anaknya. 

Terkadang sindiran tetangga memenuhi telingaku. Sudah seharusnya seusia ibu sudah pensiun.

Pernah sekali aku meminta ibu untuk berhenti bekerja, sesegera mungkin. Ditepis lantaran ekonomi belum mencukupi. Dengan suara penekanan, "Mumpung Ibu masih sanggup bekerja."

Bening air mengendap di pelupuk matanya. Mengisyaratkan keluarga kecilku yang baru seumur jagung belum dapat menopang kehidupan yang layak bersama ibu juga.

Aku masih membutuhkan ibu karena tak memiliki tabungan banyak. Seringkali menggunakan uang ibu untuk keperluan mendadak.  

Semenjak keputusan awal setelah menikah, aku menjadi istri yang setia melayani suami. Dari satu sumber penghasilan belum cukup. 

Datanglah Ibu memutuskan untuk kembali tinggal. Karena sebelum ini ia tinggal bersama anak pertamanya, yang sering kupanggil Kak Dwi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline