Lihat ke Halaman Asli

Akmal Husaini

suka menjaga kebersihan

Ingat Pancasila, Jangan Tergiur Ideologi Transnasional

Diperbarui: 29 Agustus 2021   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pancasila - bola.com

Terkadang kita lupa dan selalu menganggap rumput tetangga pasti lebih hijau.

Produk impor pasti lebih bagus dari produk dalam negeri. Pandangan luar negeri pasti lebih bagus dari pandangan dalam negeri. Ideologi luar negeri pasti lebih bagus dari ideologi dalam negeri. 

Sementara, kita seringkali lupa, bahwa kita tinggal di Indonesia. Sebuah negeri dengan tingkat keberagaman yang berbeda dengan negara lain. 

Meski mayoritas penduduknya muslim, negeri ini mengklaim bukan sebagai negara islam atau negara agama. Para pendahulu menegaskan bahwa Indonesia adalah negara beragama, bukan negara agama.

Begitu juga dengan persoalan ideologi. Bagi sebagian orang, ideologi dari luar dianggap bagus. Tak terkecuali ideologi transnasional radikal, yang cenderung mengusung konsep khilafah, yang selalu mengusung sentimen agama, seringkali menjadi perbincangan. Ideologi ini dinilai tidak tepat diterapkan di Indonesia, meski para simpatisannya terus menyuarakan pemahaman yang salah ini.

Begitu juga ketika ISIS berhasil menguasai di Suriah dan Iraq, berbagai dukungan datang dari dalam negeri. Perjuangan Islam dianggap telah mencapai puncaknya, dan harus mendapatkan dukungan. 

Tak heran jika banyak warga negara Indonesia yang terbuai oleh janji manis ISIS, dan memilih bergabung dengan kelompok teroris ini. Setelah bergabung, tidak sedikit para WNI yang dijadikan budak seks, disuruh berperang, jauh dari janji manis yang telah dikatakan sebelumnya.

Belakangan, sentimen yang hampir sama juga kembali mengemuka, setelah Taliban berhasil menguasai Afganistan. Keberhasilan Taliban dianggap keberhasilan Islam. 

Dan karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, dianggap kemenangan ini merupakan kemenangan agama. Mari kita luruskan dan melihat peristiwa ini secara obyektif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline