Lihat ke Halaman Asli

Ainur Rohman

Pengepul kisah kilat

Makelar Diskon

Diperbarui: 3 November 2018   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah tragedi salam jari tengah ini benar-benar berbarengan dengan perhelatan akbar sepakbola sejagat. Kala itu gelaran pesta sepakbola piala dunia sudah masuk babak akhir penyisihan grup. Pada laga terakhir penyisihan grup F piala dunia 2018. Laga krusial itu berlangsung di stadion Kazan Arena. Rusia. Rabu 27 Juni 2018.

Waktu itu tim panzer Jerman tumbang saat melawan Korea Selatan. Tim juara piala dunia 2014 itu kalah 0-2 tanpa balas. Tersingkirnya Jerman sekaligus memperpanjang kutukan juara bertahan piala dunia yang tak bisa lolos di fase penyisihan grup. Terpuruk di urutan terbawah grup F dan itu untuk pertama kalinya dalam sejarah. Di turnamen empat tahunan itu kesebelasan Jerman tampil sangat memalukan. Sungguh mengenaskan!

Kesebelasan tim Korea Selatan pada awal mulanya hanya dianggap tim kelas dua oleh sebagian besar pengamat bola. kesebelasan kemayu lah, tim ecek-ecek lah, pun juga mendapat predikat kuda hitam. Namun kenyataan berkata lain dan catatan sejarah itu mengundang derai air mata jutaan suporter Jerman. Sungguh tragis.

Sebagaimana kilau redup senja, datangnya sibuk menyeret-nyeret kerinduan, begitu juga kekalahan dan tragedi, kedua saudara kembar itu jalan berarak bergandengan tangan. Tenang, dingin dan serakah menindas yang tak punya pilihan.

***

Laki-laki itu berperawakan kurus ceking, dengan ketinggian badan yang proporsional, belakangan ini dia sering memakai kacamata dan para pelanggan distronya biasa menyapa dia, Yip Man. Lain hari dia dipanggil, juragan diskon. Sementara itu barisan dedek-dedek gemes biasa memanggil dia, kakak Mada. Adapun kawan-kawan akrabnya biasa menyapa dia, Bang Toyib.

Sore itu, kamu ada janji dengan pelanggan di ujung kota kabupaten, demi menunaikan janji, kamu telah meyakinkan diri untuk menemuinya. "Barangkali jalan rejeki datangnya dari tempat yang tak diduga-duga." Sebagaimana pengharapan para pengantin baru. Begitu kamu meyakinkan diri, untuk sekedar memberi tambahan dosis semangat.

Dengan menunggangi sepeda motor matik kesayangan, laju roda kuda besimu trengginas melahap jalanan aspal yang banyak ditambal sulam, di sepanjang perjalanan yang kamu lalui tampak pohon-pohon berjejer rapi. Ada pohon Randu, Kersen (keres), Pisang, Jati, Kelapa, dan gerombolan rumput Bambu yang tumbuh tinggi menjuntai menghalangi pandangan mata untuk melihat warna-warni rumah-rumah penduduk.

Hingga sampai di persimpangan jalan, kamu merasa kesal karena gerak laju mobil yang ada di depanmu bimbang menentukan arah tujuan, demi menjaga janji suci yang telah disepakati bersama dan mengingat waktumu tak bisa lama-lama, kamu tak lagi memperdulikan kebimbangan orang lain. "Peduli setan." Kata batinmu dengan semangat berapi-api.

Sorot matamu awas memandang lurus ke depan, tegak lurus pada satu arah dan tujuan. "Masih ada secercah jalan sempit di antara laju mobil yang bimbang menuju persimpangan jalan, harapan itu masih terbuka lebar dan aku yakin, aku bisa melalui rintangan sederhana ini, sikat, gas pol, jalan terus." Begitu kata batinmu tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang bisa saja hilang dari genggaman harapan.

Benar sekali dugaanmu, betul semua perkiraanmu, halangan sepele itu bisa kamu terjang lunas. Kemenangan hanya berpihak pada orang-orang yang selangkah lebih maju di depan. Meskipun begitu ada sedikit insiden kecil yang membuatmu kesal bukan buatan. Si pengemudi mobil memencet tombol klaksonnya berulang kali, dan alat bantu pengeras suara peringatan itu berkoar-koar dengan dengung frekuensi tinggi, menyerang gendang telingamu persis saat kamu nyelonong mendahului, menyerobot, dan memotong jalur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline