Lihat ke Halaman Asli

Aidhil Pratama

TERVERIFIKASI

ASN | Narablog

Ketawa Karier dan Lelahnya Karyawan dengan Candaan Atasan

Diperbarui: 26 September 2025   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pegawai di kantor, bekerja di kantor.(FREEPIK/TIRACHARDZ via Kompas.com)

Menciptakan tawa palsu di kantor itu melelahkan. Ada yang menyebutnya "ketawa karier".

Intinya, itu bentuk kerja emosional yang menguras kepala dan hati. Dampaknya jelas: kelelahan emosional meningkat, risiko burnout naik, kepuasan kerja turun, dan niat untuk resign ikut terdorong.

Temuan di ResearchGate dan NCBI sejalan dengan itu. Pemalsuan emosi memang berkorelasi dengan rasa lelah.

Perasaan lelah seperti ini muncul dalam banyak rupa. Fokus gampang buyar, emosi lebih tipis, orang jadi mudah tersinggung, bahkan merasa terasing dari lingkungan. Dan yang bikin makin runyam, tawa palsu sebenarnya tidak efektif.

McGettigan dan rekan menunjukkan bahwa tawa palsu dan tawa tulus memicu respons otak yang berbeda. Bagian otak yang membaca niat orang lain ikut aktif, sehingga tawa yang dibuat-buat justru memancing kecurigaan.

Alih-alih mendekatkan, relasi bisa terasa renggang.

Di Indonesia, kondisinya kerap lebih berat. Budaya hierarki masih kuat. Ada aturan tak tertulis yang mendorong bawahan untuk ikut arus.

Tidak ikut tertawa bisa dibaca sebagai penentangan, sementara ikut tertawa dianggap tanda loyal, meski hati menolak. Padahal itu sekadar terpaksa.

Hubungan profesional tidak bergantung pada tawa palsu (Tirto.id, 2024; Kompasiana, 2024). Humor yang sehat mestinya jadi jembatan, bukan alat uji kesetiaan.

Penelitian Universitas Airlangga pada 2022 menarik untuk dicatat. Ada hubungan antara surface acting dan kepuasan kerja.

Banyak karyawan memakai tawa palsu sebagai cara bertahan, menyesuaikan diri dengan hierarki dan tuntutan sosial demi menghindari konflik. Cara ini bekerja sebatas jangka pendek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline