Hiburan sering mengajak kita jalan-jalan. Kadang dibawa mundur ke masa lalu. Latar sejarah yang eksotis nyaris selalu memikat. Contohnya serial animasi Blue Eye Samurai (Netflix, 2023).
Ceritanya menempatkan kita di Jepang abad ke-17, masa Edo. Kita mengikuti langkah seorang pendekar dengan misi balas dendam besar.
Lalu muncul pertanyaan yang tak pernah jauh-jauh. Apakah yang kita tonton benar-benar cermin zamannya.
Atau panggung modern yang disulap jadi masa lampau, lengkap dengan kemasan yang memukau?
Blue Eye Samurai jelas memanjakan detail sejarah. Pakaian samurai diperlihatkan teliti. Arsitektur terasa meyakinkan. Proses penempaan pedang juga disuguhkan.
Semua diperlakukan dengan hormat. Visualnya menanamkan kesan otentik yang kuat, sampai-sampai dunia itu terasa nyata, juga berbahaya. Informasi dasarnya bisa dilacak di IMDb (IMDb, 2023).
Hanya saja, rasa otentik tidak sama dengan akurasi. Akurasi sejarah menuntut verifikasi ahli.
Yang tampak benar sering kali lahir dari sinematografi yang jago dan desain produksi yang cermat. Tujuannya membangun dunia yang terasa bisa dipercaya, bukan menyalin sejarah secara harfiah.
Karakter-karakternya memicu perdebatan menarik. Tokoh utama, Mizu, adalah perempuan keturunan campuran yang menyamar sebagai laki-laki. Ia dingin, efisien, digerakkan dendam.
Di sisi lain, Putri Akemi menolak perjodohan paksa dan ngotot menentukan nasibnya sendiri.
Mudah bagi penonton untuk mengagumi mereka. Karena keduanya membawa nilai kesetaraan yang akrab bagi kita hari ini. Tak heran kritik memuji karakter-karakter ini (Rotten Tomatoes, 2023).