Lihat ke Halaman Asli

AGUS WAHYUDI

TERVERIFIKASI

setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Nugroho Mardiyanto, Eks Bek Persebaya, Kini Merintis Jadi Pelatih

Diperbarui: 21 Maret 2021   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nugroho Mardiyanto. foto:dok/pshw

Saya banyak mengenal pemain Persebaya. Khususnya di era 1990-2000-an. Salah satu, Nugroho Mardiyanto. Karib dipanggil "Hok". Pria kelahiran Sidoarjo, 15 Maret 1984, ini bermain selama lima musim (2005-2010) di klub kebanggaan Arek-Arek Suroboyo itu.

Sebelum pandemi covid-19, saya sempat bermain bareng dengannya. Di Lapangan Gelora 10 Nopember Tambaksari, Surabaya. Saban hari Kamis, di stadion legendaris tersebut memang dipakai latihan tim Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur. Beberapa pemain eks Persebaya biasanya ikut latihan. Di antaranya, Yusuf Ekodono, Anang Ma'ruf. Mat Halil, Jatmiko, Slamet Bachtiar, Hally Maura, Seger Sutrisno, Ibnu Graham, dan lainnya.

Saat game, saya sempat berduet dengan Nugroho. Dia di posisi libero, saya menempati posisi stopper. Bermain dengannya berasa nyaman. Meski bukan pemain profesional, saya sangat terbantu karena bisa belajar langsung dengannya. Seperti cara mengambil bola, cara me-marking pemain lawan, menutup pergerakan, dan lain sebagainya.

Seperti halnya dalam posisi head to head dengan pemain lawan, Nugroho memberi pelajaran penting bagi saya. "Jangan ambil sekali. Tutup pergerakannya saja. Kalau memang perlu, buang bola keluar," begitu kata dia di lapangan.

Bagi Nugroho, tackling merupakan pilihan terakhir. Jika terpaksa. Itu pun harus dilakukan sebersih mungkin. Mengambil bola, bukan kaki lawan. Karena hal itu sangat berbahaya jika berada di kotak penalti. Apalagi menghadapi pemain yang licik. Yang kerap melakukan diving, yang sengaja berpura-pura terjatuh.

Nasihat Nugroho itu mengingatkan saya kepada Rusdy Bahalwan. Legenda Persebaya dan pernah menukangi Timnas Indonesia. Rusdy yang kini sudah almarhum, mengajarkan bermain sepak bola yang indah, cepat, dan bersih. Dia selalu mengecam terhadap permainan kotor. Mereka yang sengaja mencerai lawan dengan tekel brutal.

Dalam buku Sketsa Tokoh Suroboyo (2006) yang saya tulis, Rusdy Bahalwan sangat menentang adanya pemainan kotor, seperti mengatur skor untuk judi yang pernah sangat merajalela dalam persepakbolaan di Tanah Air.

Kata Rusdy, seorang pemain yang sengaja melepas bola agar timnya kalah, itu berarti telah berbuat dosa. Pelatih yang sengaja menginstruksikan pemainnya mencederai pemain bintang lawan, juga telah berbuat dosa. Begitu juga manajer yang mengatur skor akhir pertandingan, serta wasit yang karena sesuatu hal lantas memihak pada salah satu tim, termasuk perbuatan dosa.

"Karena itu, semua yang telah saya sebutkan di atas harus kita tinggalkan mana kala sepak bola kita mau maju, dan tidak terancam bubar," tutur Rusdy.

Nugroho Mardiyanto menempel ketat striker Persib, Hilton Moreira pada pertandingan LSI 2009/2010. foto:dok/pikiran rakyat.

Karakter Ngeyel

Nugroho Mardiyanto memulai karir di klub Suryanaga. Salah satu klub sepak bola legendaris di Surabaya. Suryanaga dulu dihuni mayoritas pemain dari etnis Tionghoa. Suryanaga tercatat menjadi anggota dan mengikuti Kompetisi Internal Persebaya sampai sekarang.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline