Lihat ke Halaman Asli

AGUS WAHYUDI

TERVERIFIKASI

setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Cermin

Diperbarui: 21 Oktober 2019   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi inilah.com

 

Tiap malam, Rastanti selalu minta cermin. Tak peduli jam berapa ia terbangun. Cermin itu selalu dicarinya. Keinginan itu membuat anak-anaknya menyediakan cermin di meja dekat di ranjangnya.    

Tiap kali becermin, Rastanti selalu menatap tajam-tajam wajahnya. Sesekali, ia meratapi diri, lalu melelehlah air matanya. Cermin itu seolah menjadi satu-satunya pelepas beban hati Rastanti sekarang. Tiada lagi yang bisa membuatnya tenang selain bercermin seorang diri.

Tak ada yang tahu alasan Rastansi yang kini suka becermin. Apakah dia menemukan asa di balik cermin itu? Atau, Rastanti ingin menginsyafi diri akan hakikat manusia yang harus selalu bercermin? 

Yang pasti, ada luapan emosi manakala Rastanti sedang bercermin. Derita dan bahagia bersinggungan. Kadang datang kepasrahan. Bukan hanya tangis yang bersibak. Rastansi juga merasa selalu ada bisikan menghampiri dari alam bawah sadarnya. "Teruslah bercermin, pandangi semua langit-langit wajahmu. Teruslah, teruslah..."

Rastanti tak tahu dari mana datangnya bisikan itu. Namun, bisikan itu terus membimbing. Menuntunnya agar selalu berlama-lama berada di depan cermin.

Sebenarnya, tak ada yang istimewa dari cermin itu. Banyak dijual di toko. Harganya murah, sepuluh ribuan. Bentuknya kecil, berdiameter 10 sentimeter. Warnanya cokelat muda. Bahannya terbuat dari fiberglass. Rastanti mendapat cermin itu dari Sisca, putrinya. Sisca membeli cermin itu dari minimarket dekat rumahnya.

Lalu, kenapa ia bisa makin terikat dengan cermin itu? Adakah sesuatu yang magis sehingga ia amat kehilangan bila cermin itu tak ada di sampingnya?

Sikap Rastanti akhir-akhir ini memang agak ganjil. Pasalnya, semasa remaja, ia sejatinya paling gak suka berdiri berlama-lama di depan cermin. Dia juga senang tampil apa adanya. Dia tak suka bersolek. Pakai bedak pun sangat tipis.

Dulu, Rastansi dijuluki teman-temannya tipe cewek yang tertutup. Di beberapa kegiatan pesta, ia kerap diketahui menyendiri. Pun di setiap acara foto-foto bersama, Rastanti selalu menghindar. Dia selalu berkelit, "Kalau aku ikut foto, umurku akan berkurang satu."

Hanya, saat menikah dengan Mariyun, urusannya menjadi berbeda. Rastanti yang waktu itu belum genap 21 tahun, tak kuasa menolak dipotret bareng suaminya, keluarga, kerabat, dan teman-temannya. Kendati ia harus berpura-pura mengurai senyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline