Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Pipiet Senja: Memoar Sastrawati Thalasemia yang Berkarya Hingga Usia Senja

Diperbarui: 1 Oktober 2025   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ucapan duka cita di akun instagram Forum Lingkar Pena

Nama "Senja" di belakang namanya seakan mewakili usianya. Wanita periang bernama asli Etty Hadiwati Arief ini memang dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1957 di Sumedang, Jawa Barat, dari pasangan SM. Arief dan Siti Hadijah. Artinya saat wafat pada 29 September 2025 dua hari lalu, usianya 68 tahun. Berita wafatnya sastrawati yang sejak remaja divonis tidak bertahan lama karena thalasemia ini penulis ketahui dari grup wa Komunitas Satupena Sulawesi Selatan dan akun instagram Forum Lingkar Pena (FLP).   

Sepanjang karir kepenulisannya di tengah perjuangan bertahan hidup akibat beberapa penyakit yang diidap sekaligus, wanita tangguh ini telah menghasilkan sekitar 80 novel remaja, novel Islami, antologi cerpen hingga buku anak. Ia juga membina para tenaga kerja wanita (TKW) di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Hongkong hingga Arab Saudi untuk menghasilkan karya kepenulisan. Berbagai gelar kemudian disematkan pada Bunda Pipiet Senja, seperti Sastrawati Putri Pejuang Cimahi, Sastrawati Jawa Barat Pejuang Thalasemia dan Pejuang Kata dan Cahaya Literasi. Adapun memoar Bunda Pipiet Senja yang kami persembahkan berasal dari draf tulisan kami yang banyak diadaptasi dari liputan Suara Hidayatullah, sebuah majalah Islam yang terbit secara nasional.

Mengidap Thalasemia Sejak Remaja

Di usianya yang masih sangat muda, yakni 17 tahun ia divonis menderita penyakit thalasemia (penyakit kelainan darah). Ditambah lagi karena sering transfusi, ia juga terkena hepatitis. Lebih parah lagi, karena pada saat bersamaan ia mengalami sakit paru-paru dan typus. Ia harus dirawat di sebuah rumah sakit di Cimahi, Jawa Barat.

Pipiet ditempatkan di ruang isolasi selama tiga minggu. Selama itu tidak nampak kesembuhan. Keluarga memutuskan mengembalikan Pipiet ke rumah. Kata Dokter, waktu hidup sudah tidak lama lagi. Sampai di rumah ia sempat dingajiin oleh keluarga dan ia bisa kembali sadar. Ia akhirnya dibawa kembali ke rumah sakit semula.

Nyaris Bunuh Diri Karena Frustasi

Tak kurang dari enam bulan Pipiet menjalani perawatan di rumah sakit itu. Saking bosannya hanya berada di dalam kamar rumah sakit, ia kerap melakukan aksi melarikan diri pada hari Sabtu atau Minggu. Ia mengajak teman satu kamarnya yang sakit kanker paru dan pasien operasi otak untuk jalan-jalan mencari buku.

Nahas, salah satu teman Pipiet mengalami kolaps saat berada di pintu gerbang rumah sakit. Hingga akhirnya dia dimasukkan ke ruang ICU. Pipiet dituduh sebagai dalang aksi kabur tersebut. Sampai ada pernyataan kekesalan dari petugas rumah sakit, "Dasar tiga anak nggak tahu diri, sudah mau mati juga. Apalagi tuh anaknya Kapten Arif, paling berapa bulan lagi hidupnya."

Mendengar kalimat itu, Pipiet ibarat tertimpa beban ratusan kilogram. Jiwanya terguncang. Ia tak menyangka, keberadaannya di rumah sakit ini hanya menunggu kematian. Saking tertekannya, ia merampas seraup obat yang dibawa perawat lalu menelannya. Akibatnya ia mengalami kejang, namun syukur masih dapat tertolong.

"Kalau kamu mau bunuh diri, coba sekarang lakukan di depan Bapak dan dilihat ramai-ramai," begitu kata ayahnya sambil menyodorkan pistol miliknya. Saat itulah Pipiet merasa sesungguhnya sang ayah sayang kepadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline