Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Wahyono

TERVERIFIKASI

Penganggur

Profesionalisme Sesuka Hati

Diperbarui: 14 Juli 2019   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada Minggu sore saya berjumpa dengan kawan saya--Demun--di sebuah warung cilok sekitar Taman Nasional (Tamnos). Wajahnya murung. Gerakannya loyo. Suatu penampilan yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan Sabtu, Jumat, Kamis, dan sebelum-sebelumnya.

"Awi! Lu pung Minggu karmana ini, Mun?"

"Saya bakal di-PHK, Bang."

"Kesalahanmu apa? Melanggar aturan apa? Mangkir dari tanggung jawab ko?"  

"Sonde jelas."

Tidak jelas? Tidak jelas bagaimana, barulah kemudian saya pun mengetahui beberapa hal, termasuk soal kunci pintu, dari kemurungan Demun.

Pertama, Demun bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah swasta yang "berbahasa Inggris" dengan menyertakan kata "school" pada papan nama (identitas sekolah). Kedua, Demun bekerja di situ karena rekomendasi kawan kami lainnya yang berkawan dengan ketua yayasan. Ketiga, Demun bekerja tanpa kejelasan mengenai posisinya dalam struktur organisasi sekolah ataupun yayasan. Keempat, Demun bekerja tanpa aspek legalitas semisal Surat Perjanjian Kerja (SPK) atau Surat Kontrak Kerja. Dan seterusnya.

Ya, yang keempat (SPK), bagi saya justru sangat penting, apalagi saya sering mendengar kata (istilah) "profesional" dari kawan kami yang merekomendasikan Demun, dan Demun direkomendasikan atas dasar "profesional". Kawan kami lulusan luar negeri, sehingga wajar jika merekomendasikan Demun dengan dasar profesionalitas.

Kawan kami juga memiliki akses "istimewa" di sekolah swasta "berbahasa Inggris" itu, bahkan ketua yayasan serta guru-gurunya pun fasih berbahasa Inggris, di samping mayoritas merupakan lulusan luar negeri. Sekolah swasta itu, menurut informasi lainnya, memiliki keunggulan tertentu sehingga "diperhitungkan" oleh para pengamat pendidikan di seantero Kupang.

Sementara saya pernah bekerja sebagai tenaga kontrak di sebuah perusahaan dalam negeri yang menggunakan semacam SPK secara umum, dan bermeterai, meskipun belum pernah satu kali pun pergi ke luar negeri. Selain tertera kewajiban sekaligus aturan perusahaan yang bersifat umum-mengikat, semisal jam kerja, tentu saja, juga hak saya.

Dengan adanya SPK, saya lebih mudah menyiasati tugas, tanggung jawab, dan waktu bekerja saya dalam sebuah ikatan (kontrak). Di samping itu, perusahaan yang merekrut saya pun terikat dalam kontrak tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline