Lihat ke Halaman Asli

AGRA JAYA

Suka Kanan daripada Kiri

RUU Pertanahan, BPN: Angin Baru Penyelesaian Sengketa, Prona, dan PTSL

Diperbarui: 26 November 2017   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BPN atas nama Pemerintah menyerahkan 614 daftar inventaris masalah (DIM)  atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan kepada Komisi  II DPR. Dengan demikian bahasa-bahasa, kalimat-kalimat, redaksi-redakasi, dan isi pasal di RUU Pertanahan sudah menjadi diskresi penuh wakil-rakyat DPR di Senayan.

Sebelum ada RUU Pertanahan bahwa soal pengaturan dan pengelolaan tanah telah dijalankan dengan baik oleh BPN. Dan BPN menjadi satu-satunya lembaga pemerintah yang paling jarang berurusan dengan hukum di KPK. 

Namun demikian, tetap tepat jika RUU Pertanahan diposisikan untuk mengatur yang belum diatur di UUPA. Sekaligus untuk penyesuaian pengaturan pertanahan dengan laju dan tututan zaman. 

Sinkronisasi dan harmonisasi RUU Pertanahan dengan UU Sektoral menjadi perhatian agar supaya tidak ada isi RUU Pertanahan yang sia-sia, atau tidak implementatif. Seperti tidak dipatuhinya UU Jabatan Notaris yang membolehkan Notaris membuat AKTA Pertanahan, seperti juga tidak dapat dijalankannya UU Wilayah Pesisir mengenai Hak Pengelolaan Laut, demikian juga soal tidak dipatuhinya UU Kereta Api yang daerah jalan kereta api dan aset-aset kereta api yang hilang tanpa bisa dilakukan penindakan dan seterusnya. 

Masalah yang terus dialami BPN dan menjadi perhatian Presiden dan Para Anggota DEWAN, bisa diatasi dengan RUU Pertanahan seperti persoalan :

  1. Persoalan Kelangkaan Petugas Ukur yang dialami BPN selama puluhan tahun;
    1. diatasi dengan Satu PASAL di RUU Pertanahan yang membolehkan ahli ukur swasta melakukan pengukuran tanah untuk pensertifikatan hak atas tanah di seluruh kabupaten kota (licensi surveyor)
  2. Persoalan Kegamangan BPN dalam Penyelesaian Tanah Sengketa;  
    1. diatasi dengan Satu PASAL di RUU Pertanahan yang membentuk Komite Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)yang dipimpin oleh komisioner-komisioner independen, bersih, dan non PNS/ASN
  3. Persoalan PRONA dan PTSL yang dijalankan BPN dapat lebih cepat, masif, dan akurat;
    1. diatasi dengan Satu PASAL di RUU Pertanahan yang memberikan kewenangan Bupati/Walikota menerbitkan Sertipikat hak atas tanah di daerahnya masing-masing
    2. Sekaligus melaksanakan dan menindaklanjuti perintah pasal 2 ayat 4 UU Pokok Agraria yang memerintahkan pemerintah pusat (baca: PRESIDEN) mengotonomikan urusan pertanahan ke daerah swatantra (sekarang Pemkab/Pemkot). Dengan demikian RUU Pertanahan telah sempurna melengkapi UUPA Ps 1 ayat 4 OTONOMI DAERAH ke daerah swatantra yg menjadi wasiat pembentuk UUPA"1960.
  4. Persoalan Tidak ada tanda-tanda BPN akan BAGI-BAGI TANAHReforma Agraria / Landreform (distribusi tanah);
    1. diatasi dengan satu Pasal di RUU Pertanahan bahwa pelaksanaan reforma agraria menjadi kewenangan Bupati/Walikota 
    2. dan satu Pasal lainnya membentuk Badan Reformasi Agraria (BARA) yang ada di bawah Presiden
    3. Selanjutnya Bupati/Walikota yang mempunyai cadangan tanah atau mempunyai ketersediaan tanah melaporkan kepada BARA bahwa aada tanah yang siap dibagikan kepada orang-orang yang tidak mampu yang mau bekerja keras  (Petani/Nelayan) di seluruh Indonesia untuk menerima tanah pembagian.

DENGAN DEMIKIAN RUU PERTANAHAN menjadi hukum baru untuk mengatasi masalah yang selama ini dialami BPN dengan memberikan kewenangan, tugas, otonomi urusan pertanahan kepada bupati/walikota. Dengan demikian pelaksanaan tugas penyelesaian tanah sengketa, konflik tanah, konflik masyarakat, prona dan PTSL, dan reforma agraria legitimate, justified, dan beres.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline