Lihat ke Halaman Asli

agus hendrawan

TERVERIFIKASI

Tenaga Kependidikan

Antara Mertua Ketus dan Kearifan Lokal

Diperbarui: 25 Agustus 2025   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ki Lengser, figur leluhur Sunda, memberi petuah "Dan, Din, Dun" pada prosesi pernikahan di Bekasi, 29/6/2025.(Sumber: Dokumen Pribadi) 

Pembukaan: Pemicu Diskusi, Ketusnya Soimah

Belakangan, sebuah potongan podcast Raditya Dika kembali menggelinding di media sosial. Soimah, dengan gaya bicara khasnya yang ceplas-ceplos, menegaskan bahwa dirinya tak segan bersikap ketus pada calon menantunya. 

Judes? Mungkin, hehe... Tapi justru itulah yang memantik perbincangan hangat: Kalau calon mertua bersikap ketus, apakah hubungan harus tetap dilanjutkan, atau sebaiknya mundur sebelum terluka lebih jauh?

Pertanyaan ini terdengar sederhana, tapi menyentuh lapisan yang lebih dalam menyangkut relasi antarmanusia, restu keluarga, dan cara kita memilih pasangan hidup.

Kearifan Lokal Dan, Din, Dun

Di tanah kelahiran saya, ada kearifan lama yang masih sering dijadikan patokan dalam menimbang jodoh, dikenal dengan istilah Dan, Din, Dun.

- Dan (Dandanan): merujuk pada rupa, termasuk penampilan serta kerapian diri yang mencerminkan penghargaan terhadap diri juga orang lain.

- Din (Agama/Pribadi): merujuk pada karakter kepribadian, kesolehan, dan asal-usul yang baik.

- Dun (Duniawi): merujuk pada harta, pekerjaan, dan kemandirian finansial.

Bagi banyak keluarga tradisional, pasangan yang ideal adalah yang memenuhi ketiga kriteria itu. Tapi, jika harus memilih yang paling utama, banyak orang termasuk keluarga saya lebih mengutamakan Din: pribadi dan akhlak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline