Lihat ke Halaman Asli

Eko Setiaone

Human-Center Oriented Activism, Participatory Planner, Story Teller, Free man

Popularitas dan Pesan Moral Lagu "Dagang Pindang": Seni Mengeluhkan Hidup ala Orang Pantura

Diperbarui: 25 Mei 2021   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Lagu Dagang Pindang, Youtube WM Studio Official 2020

Saya, adalah pekerja lepas yang dirumahkan akibat pandemi. Biasanya, sebelum pandemi ini berlangsung, saya membantu beberapa warga di kecamatan Coblong, Kota Bandung untuk mengadakan kegiatan-kegiatan pendampingan untuk program inovasi kampung. Mendengar corona, menjadi pandemi dunia. 

Beberapa program itu akhirnya, "ditiadakan", akibat harus mengalami refokusing kegiatan. Di luar pekerja lepas "ala fasilitator", saya biasanya membantu bisnis rekan-rekan saya di bidang jasa tur guide atau event Kota Bandung. 

Ahh, rasanya tidak seberapa ketika covid 19, hidup sangat pusing sehingga saya memutuskan untuk mencukupi aktivitas saya di Bandung dan pergi ke kampung / desa untuk menjadi buruh paruh waktu di warung bapak. Sisa waktu yang ada, saya manfaatkan untuk membentuk kelompok usaha lele dan kelompok belajar jarak jauh. 

Menjadi orang kampung pesisir utara, dengan pendidikan yang cukup baik tidak melulu gampang mendapatkan pekerjaan. Minimnya relasi pekerjaan di daerah, dan mungkin nasib yang belum mujur, selalu menjadi kendala untuk mendapat pekerjaan di daerah sendiri yang lebih baik. 

Dari mulai mengunjungi beberapa kepala desa, yang saya kenal untuk meminta alokasi dana pendampingan desa, rekan-rekan di dinas atau instansi daerah. 

Semuanya menyatakan "dana pendampingan direfokusing untuk BLT Covid 19". Belum lagi, sial karena kuota BLT untuk orang-orang yang di-PHK kan seperti saya ini, diprioritaskan untuk karyawan di daerah. 

"Ahhh, susah sekali hidup ini, tidak apa-apa"

Saya yang terpikir, untuk berwirausaha. Akhirnya bergabung bersama koperasi lele milik saudara sendiri, Miftakhudin. Sembari itu, saya membantu bapak/ ibu untuk membantu mengurusi jualan bubur/ kacang. 

Baca juga : Para Nelayan Pantura Siap "Goyang" Natuna

Selebihnya, saya berkeliling ke desa, sambil berekreasi di tengah pandemic sekaligus mencoba mempekaryakan diri saya di lembaga swadaya AKSITARU Indonesia. Sebuah platform belajar untuk masyarakat desa, untuk meningkatkan kualitas SDM mereka dari pemahaman teknik.

Di tengah perjalanan saya di beberapa desa.

Banyak sekali warga yang membuka jasa karoke, sebagai jasa hiburan. Di komplek permukiman, di kafe/ warung tenda siang hari, di pasar, dan di jalan dekat lapak jualan. 

Serasa tiap hari, makin banyak berjamuran warga yang berkeliling memberikan jasa "suara jeritan hidup", yang ditukar dengan saweran, baik uang recehan atau kertas sepuluh/ dua puluh ribuan. Lirik yang ia sering dengungkan juga mengutarakan pesan moral yang sangat dalam. Salah satunya adalah lagu dagang pindang

Lagu itu ternyata lagu yang dipopulerkan oleh Sultan Trenggono, sejak bulan Maret 2020 lalu. Baru kemudian dipopulerkan kembali pada bulan juli 2020, oleh dian Anic sejak bulan Juli 2020. Lagu tersebut, berjudul Dagang Pindang. Yang menarik, mengapa lagu  ini baru popular hari ini di kalangan masyarakat akhir-akhir ini ? Mari kita pahami, satu-persatu makna dalam lagu ini.

"Endase koyoan kabeh, demenan selingkuh bae. Mlaku ora kathon dalan, akibat petheng delenan. Sampai ilang nafsu mangan, dilelara ng demenan. Ati sun lara, kecewa karo nelangsa."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline