Ada rasa sepi yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bukan karena tidak ada orang di sekitar, tapi karena tidak ada yang benar-benar hadir. Aku menjalani hari-hari yang sama, dengan tubuh yang lelah dan hati yang makin kosong. Tapi tak seorang pun menoleh dan bertanya, "Kamu kenapa?" Dan dari situ aku mulai merasa... mungkin aku memang tidak sepenting itu.
Capek itu nyata, tapi lebih nyata lagi ketika kelelahan itu tak dianggap. Aku mencoba kuat, mencoba tetap tersenyum, mencoba menjalani semuanya seperti biasa. Tapi semakin aku menahan, semakin aku kehilangan diriku sendiri. Aku mulai berpikir, apakah semua ini akan berubah kalau ada satu orang saja yang mau benar-benar bertanya dan mau benar-benar mendengar?
Aku tahu tidak semua orang bisa peka. Tapi tetap saja, diam-diam aku berharap. Berharap ada yang menyadari bahwa senyumku tidak setulus biasanya, bahwa mataku tidak secerah dulu, bahwa jawabanku kini terdengar hambar dan singkat. Tapi harapan-harapan itu tak kunjung nyata. Dan aku makin tenggelam dalam sepi yang tidak dipahami siapa-siapa.
Aku tidak ingin menjelaskan apa pun. Bukan karena aku tidak bisa, tapi karena aku sudah terlalu sering menjelaskan tanpa pernah benar-benar dimengerti. Kadang, penjelasan bukan yang paling dibutuhkan. Yang dibutuhkan hanyalah kehadiran---diam, tapi penuh perhatian. Duduk bersama dalam sunyi yang saling memahami, tanpa banyak kata.
Aku mulai merasa seperti beban yang harus selalu disembunyikan. Karena setiap kali aku ingin jujur, aku takut dianggap drama. Takut dikira lemah. Padahal, aku hanya ingin didengar. Aku ingin tahu bahwa aku juga berharga, meskipun sedang tidak kuat. Tapi dunia seperti menuntutku untuk selalu tersenyum dan tidak merepotkan siapa pun.
Di tengah kebisingan hidup ini, aku hanya ingin satu hal yang sederhana: dipedulikan. Bukan karena aku minta-minta perhatian, tapi karena aku juga manusia. Aku juga punya batas. Dan aku juga ingin merasa bahwa kehadiranku berarti, bukan sekadar pelengkap suasana.
Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan dengan semua ini. Tapi sejauh ini, aku masih di sini. Masih menjalani hari-hari yang terasa hampa. Masih mencoba bangun setiap pagi meskipun tak semangat. Masih berharap diam-diam, meskipun logikaku berkata harapan itu sia-sia. Setidaknya, aku masih di sini---dan itu harusnya cukup.
Kalau kamu membaca ini dan merasakan hal yang sama, aku ingin kamu tahu: kamu tidak sendirian. Aku tidak tahu bagaimana caramu melewati hari-hari beratmu, tapi aku percaya kamu sudah sangat kuat bisa sampai sejauh ini. Tidak semua orang paham, tapi bukan berarti perasaanmu tidak valid.
Tuhan tahu. Saat tidak ada satu pun yang bertanya, Dia tetap peduli. Dia melihat dan mendengar apa yang bahkan tak pernah kamu ucapkan. Dan meskipun dunia mengabaikan, kamu tetap dicintai. Bukan karena apa yang kamu lakukan, tapi karena siapa dirimu sebenarnya.
Aku menulis ini bukan sebagai orang yang sudah selesai dengan lukanya. Aku masih belajar. Masih bergumul. Tapi mungkin dengan menulis ini, aku bisa bernapas sedikit lebih lega. Dan semoga kamu yang membaca ini, juga merasa sedikit lebih dimengerti---meskipun tidak ada yang bertanya, "Kamu kenapa?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI